Title : The
Last Request part 1
Author : didi_yeol
Author : didi_yeol
Pair : Myungsoo, Sungyeol
Lenght: two shot
Genre : Romance
Rating : T
Summary :
Rating : T
Summary :
You’re always pure and innocent
You make me unable to go far away from you
You always make me smile. You’re mysterious
You’re by my side and I’m by your side
Let’s be together, warmly, let’s be together,
affectionately
*****
Myungsoo menyukainya, teramat sangat menyukainya.
Dibandingkan orang-orang yang pernah dia sukai dulu, Myungsoo hanya
menginginkan namja berwajah manis dan selalu tampak tenang itu menjadi
pendamping hidupnya. Lee Sungyeol, namja itu mampu membuat hatinya seperti
mendapat aliran listrik bertegangan rendah sehingga membuatnya bergetar dan
mampu membuatnya terpaku memandang keindahannya.
Keinginan itu semakin kuat setiap kali Myungsoo
berkunjung ke rumah Sungyeol untuk menemui kakak Sungyeol yang menjadi sunbaenya
saat di sekolah musik semasa remaja dulu. Bayangan hidup bersama, saling
mencintai, dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan penuh keceriaan selalu
memenuhi pikiran Myungsoo ketika Sungyeol yang hanya sesekali keluar dari
kamarnya itu berjalan menuju dapur membuatkan dua cangkir teh hangat untuknya
dan Hoya, kakak Sungyeol.
Myungsoo tidak bisa berhenti menatap Sungyeol barang
semenit pun ketika matanya bertemu dengan wajahnya yang penuh aura keteduhan.
Menunggu Sungyeol tersenyum dan mengangguk kecil untuknya lalu menyilahkannya
mencicipi teh yang telah Sungyeol buat, Myungsoo sangat menikmati moment-moment
itu.
Terkadang dia tidak bisa tidur hanya membayangkan senyum
Sungyeol sepulang dari rumah sunbaenya itu. Myungsoo hanya bisa bermimpi dan
berbisik kecil supaya keinginan untuk hidup bersama dengan Sungyeol bisa
menjadi kenyataan sebelum dia memulai tidurnya.
Dan hari yang mendebarkan bagi Myungsoo adalah saat dengan
keberanian penuh dan tekad bulat dia datang mengunjungi rumah keluarga Lee,
dengan pakaian rapi dan sepasang cincin putih yang terlindungi dalam kotak
kecil berwarna hitam, terlihat sederhana namun ada nilai ketulusan di dalamnya.
Myungsoo berniat melamar Sungyeol di hadapan kedua orang tuanya dan juga Hoya.
Proses pelamaran itu tentu saja mengejutkan keluarga
Sungyeol, karena Myungsoo yang mereka kenal hanya akrab dengan Hoya dan tidak
pernah berbicara dengan Sungyeol ternyata menaruh hati pada anak bungsu mereka.
Namun ada raut kebahagiaan di wajah ketiganya karena Myungsoo mereka anggap
sebagai pendamping hidup yang tepat untuk Sungyeol.
Tapi keluarga Lee tidak menerima lamaran Myungsoo begitu
saja. Selama satu jam Myungsoo duduk dengan keringat dingin yang serasa membasahi
punggungnya dan juga debaran jantungnya yang tidak normal, menunggu Sungyeol
yang masih sibuk membeli daftar belanjaan yang dipinta ibunya.
Dan begitu kembali dan disambut dengan anggota
keluarganya, Sungyeol diminta duduk di samping kakaknya dan meminta pendapat
tentang Myungsoo yang melamarnya. Sudah bisa dipastikan raut wajah terkejut
Sungyeol walaupun yang Myungsoo lihat hanyalah tatapan polos yang menatapnya bingung.
Myungsoo menunduk. Myungsoo sudah memantapkan hatinya
jika Sungyeol menolaknya atau mengaku sedang menyukai orang lain. Myungsoo
sudah siap dengan semua itu meskipun dia sedikit tidak rela jika itu terjadi.
Tapi diluar dugaan Sungyeol menerimanya, Sungyeol bersedia menjadi pendamping
hidupnya. Sungyeol mau menikah dengannya. Tidak ada yang tahu seberapa
besar kebahagiaan yang Myungsoo rasakan
kala itu. Yang mereka ingat hanyalah ekspresi datar yang selama ini sering
menyelimuti wajahnya berubah menjadi senyum tipis dan hangat.
Myungsoo tidak bisa melupakan pesta pernikahan yang
mereka gelar sebulan kemudian di halaman luas milik keluarga Lee. Pesta pertama
dimana dia menerima banyak ucapan selamat dan senyum kebahagiaan dari orang-orang
yang menghadiri pestanya. Untuk pertama kalinya dia bisa menggenggam dan
menggandeng tangan Sungyeol di hadapan semua orang dengan senyum cerianya,
seolah ingin menunjukkan pada semuanya bahwa dia berhasil mendapatkan namja
yang selama ini hanya masuk dipikirannya dan menjadi harapan terbesarnya. Juga
ciuman hangat dan manis yang mereka bagi, Myungsoo tidak ingin melupakannya.
*****
Myungsoo menyilahkan Sungyeol masuk setelah
memasukkan kode apartemen miliknya terlebih dulu. Setelah pesta pernikahan
mereka berakhir dan berpamitan pada keluarga Lee dan teman-temannya, Myungsoo
langsung memboyong Sungyeol ke apartemennya.
“Kita hanya satu malam disini. Besok kita akan pindah
ke luar kota. Tidak apa, kan?” tanya Myungsoo sambil menutup pintu
apartemennya.
Bukannya menjawab Sungyeol hanya menunduk dan
menggigit bibirnya. Sesuatu yang mengkhawatirkan tampak meracuni pikirannya.
Tangannya mencengkram kuat hanbok yang masih digunakannya.
“Wae? Apa kau tidak suka kita pindah dari kota Seoul,
Hyung?” tanya Myungsoo berjalan mendekat ke arah Sungyeol yang duduk di sofa
dan duduk di sampingnya. Tapi justru apa yang dilakukan Myungsoo kini membuat
Sungyeol semakin khawatir.
“A..anio. Eomma sudah memberitahuku tentang itu. Dan
tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya."
“Geundae wae? Apa kau masih belum siap berpisah dari
keluargamu dan hidup bersamaku?”
“Ani..” Sungyeol menggeleng.
“Apa kau tidak enak badan?” Myungsoo mengarahkan
tangannya ke dahi Sungyeol dan Sungyeol langsung memundurkan kepalanya. Ini
membuat Myungsoo mengernyitkan dahinya.
“Myungsoo-ssi, mianhae, sepertinya aku belum siap
menjadi istrimu. Bisakah... bisakah malam ini kita tidak tidur dalam satu
kamar?” tanya Sungyeol takut-takut. Takut jika Myungsoo marah dan mengusirnya
dari apartemennya itu lalu dirinya akan menjadi bahan kemarahan keluarganya.
Tapi menceritakan hal yang membuatnya khawatir sejak tadi secara terus terang
pada Myungsoo justru membuatnya sedikit lega walaupun dia belum tahu bagaimana
respon Myungsoo nantinya.
“Jadi dari tadi kau mencemaskan itu, Hyung?”
Sungyeol mengangkat wajahnya dan menatap Myungsoo
masih dengan menggigit bibirnya. Myungsoo yang melihat itu hanya tersenyum
hangat dan menggumam dalam hati betapa lucunya namja yang duduk di sampingnya itu.
“Gwaenchana. Aku akan tidur disini. Hyung bisa
menggunakan kamarku. Sebentar, aku akan membersihkannya lebih dulu.”
Myungsoo masuk dan mengambil bantal dan selimut dari
lemari lalu meletakkannya di atas sofa.
“Sepertinya Eomma sudah membersihkan kamarku. Hyung
bisa menggunakannya sekarang. Hum, apa hyung lapar? Aku akan membelikannya jika
kau menginginkan sesuatu.”
“Ani. Aku hanya ingin tidur saja. Permisi.” Sungyeol
masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.
Myungsoo tersenyum lalu membaringkan tubuhnya di atas
sofa. Sepertinya Myungsoo harus sedikit menunggu dan bersabar sampai Sungyeol
benar-benar menerimanya dan mencintainya.
*****
Rumah itu
terletak di sebuah kawasan yang ditumbuhi pepohonan sakura yang tampak teduh
dan tumbuh dengan rapi. Rumah yang telah dipersiapkan oleh Myungsoo hasil kerja kerasnya sebagai seorang arsitek
terkenal. Rumah yang tidak terlalu mewah namun terlihat nyaman untuk pasangan
yang baru menikah.
Beberapa
bunga-bunga sakura yang beterbangan dihembus angin masuk ke dalam jendela mobil
Myungsoo yang terbuka. Sungyeol terlihat tersenyum dengan lembut sambil
memejamkan matanya dan menyandarkan dagunya pada tangan yang bertumpu pada sisi
jendela mobil yang terbuka. Myungsoo yang melihat itu ikut tersenyum. Dia
bersyukur dalam hati Sungyeol menikmati perjalanan mereka menuju rumah kecil
yang akan mereka tempati sampai akhir hayat mereka.
Ketika
mereka tiba di depan rumah yang sudah Myungsoo bangun sejak beberapa bulan yang
lalu Sungyeol tampak tercengang. Sungyeol mengagumi rumah kecil dengan
arsitektur unik yang sebagian besar terbuat dari kaca itu.
“Mulai hari
ini kita akan tinggal disini. Bagaimana? Apa kau menyukainya, Hyung?”
Sungyeol
mengangguk.
“Aku
menyukainya.” Ujar Sungyeol masih tidak melepaskan senyum.
Myungsoo
mengambil kunci dari dalam sakunya dan membuka pintu rumah.
“Masuklah,
aku akan mengambil beberapa barang.”
“Myungsoo-ssi,
apa kamar di rumah ini....”
“Tenang
saja, Ada dua kamar di dalam rumah ini. Hyung bisa memilih kamar yang disukai.”
Myungsoo tersenyum dan berjalan ke arah mobil dan mengambil barang-barang
mereka.
Sungyeol
kembali terpaku. Bahkan Myungsoo masih menghargai keinginannya untuk tidak
tidur dalam satu kamar. Kurang baik apa lagi dirinya, Myungsoo juga tidak marah
atau mengirimkannya kembali pada keluarganya seperti yang dilakukannya kemarin.
“Kenapa
belum masuk?” tanya Myungsoo yang melihat Sungyeol masih berdiri di depan
pintu.
“Mianhae aku
pasti telah mengecewakanmu.” Sungyeol menatap Myungsoo dengan mata
berkaca-kaca.
Myungsoo
yang melihat itu merasa tidak enak. Ingin sekali dia memeluk Sungyeol dan
mengatakan ‘tidak ada yang mengecewakan bahkan aku beruntung bisa menikah
denganmu’ tapi mengingat kejadian semalam dimana Sungyeol bahkan enggan untuk
disentuh olehnya ditambah lagi kedua tangannya sibuk mengangkat beberapa tumpuk
kado pemberian tamu pernikahan mereka kemarin Myungsoo mengurungkan niatnya.
“Jangan
menyalahkan dirimu sendiri Hyung. Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang
mengecewakan. Mungkin karena dulunya kita belum begitu mengenal satu sama lain,
kita perlu beradaptasi. Masuklah, hyung bisa melihat-lihat kamar yang hyung
sukai.” Lagi, Myungsoo tersenyum hangat membuat Sungyeol semakin merasa
bersalah tapi dia menuruti keinginan
Myungsoo juga.
Sungyeol
berkeliling, mengamati setiap sudut rumah baru itu dan akhirnya memilih kamar
yang lumayan luas dimana ada balkon yang bisa menghubungkannya dengan taman
yang masih kosong di samping rumah itu.
“Kau menyukai kamarnya, hyung?” tanya Myungsoo.
“Hum, apa boleh aku menempati kamar ini?”
“Tentu saja. Sebentar aku akan membawakan
barang-barang milikmu ke dalam kamar ini.”
Myungsoo membawa masuk beberapa kotak besar berisi barang-barang
Sungyeol. Dia bahkan membantu Sungyeol menyusun dan menata juga memasang kain
gorden penutup kaca jendela. Myungsoo sebisa mungkin mengerjakan apa yang bisa
dia kerjakan. Setelah dirasa cukup, Myungsoo lalu membereskan kamarnya sendiri
yang terletak di samping kamar Sungyeol.
Tidak hanya kamarnya tapi juga seisi ruangan Myungsoo menata setiap barang dan
berusaha untuk membuat Sungyeol merasa nyaman tinggal di rumah itu.
Bahkan sampai menjelang sore Myungsoo sempatkan untuk
menyusun bahan-bahan makanan yang ia beli ke dalam lemari pendingin. Cukup
melelahkan memang, Myungsoo sempat tertidur di kursi yang terletak di ruang
makan dan terbangun saat hari sudah
petang.
Sungyeol keluar dari kamar saat Myungsoo baru selesai
mandi. Saat melihat Sungyeol akan menyiapkan makan malam Myungsoo langsung
mencegahnya.
“Biar aku saja hyung. Kau pasti lelah. Duduklah, ini
tidak akan lama.”
Sungyeol mengangguk dengan canggung lalu duduk di
kursi dan memainkan ponselnya. Myungsoo memasak semangkuk besar kari ayam dan juga beberapa makanan pelengkap lainnya.
Lalu menghidangkannya di meja makan bersama sepiring kimchi pemberian ibunya
saat tadi pagi mereka berangkat.
“Jja, sudah selesai. Selamat makan.” Ujar Myungsoo
sambil memberikan sumpit dan sendok pada Sungyeol. Sungyeol menerima
perlengkapan makan itu lalu menyendokkan kari ke mulutnya.
“Masitta.” Ujar Sungyeol lembut yang membuat Myungsoo
tersenyum lebar. Dia tidak berhenti memandang wajah namja manis itu. Bahkan
sampai saat ini pun Myungsoo masih tidak bisa menghilangkan debaran aneh pada
ulu hatinya.
“Setelah ini apa kau mau membantuku membuka kado pernikahan
kita hyung?”
Sungyeol tampak berpikir sejenak lalu mengangguk.
Myungsoo tersenyum lagi. Myungsoo kembali berbisik dalam hatinya, berharap
hari-hari yang lebih menyenangkan akan menghampirinya besok dan bisa dia lewati
dengan Sungyeol.
*****
Awalnya Myungsoo mengira pernikahan mereka akan
menyenangkan, dia bisa secepat mungkin akrab dengan Sungyeol, bisa berlibur
berdua dan menikmati hari-hari mereka dengan hal-hal romantis. Tapi itu hanya
impian Myungsoo, impian yang sudah dirancangnya sebelum pernikahan mereka.
Seperti kertas putih yang diberi coretan dan menghasilkan gambar yang
mengagumkan namun hanya tersimpan di antara tumpukan buku tanpa diberi
kesempatan untuk dipertunjukkan kepada siapa saja yang mungkin akan kagum
melihatnya.
Pernikahan mereka sudah memasuki bulan ketiga tapi
Myungsoo merasa kekosongan menyelimuti hari-harinya. Hubungannya dengan
Sungyeol tidak ada kemajuan, tidak ada interaksi yang memungkinkan akan membuat
hidup mereka lebih berwarna. Hidupnya teramat suram. Sungyeol terlihat lebih
suka menyendiri di kamarnya, menonton sendirian di depan tv sambil menikmati
snack, atau duduk di taman yang sudah Myungsoo ubah menjadi tempat menyenangkan
dengan beberapa tanaman hijau tanpa bunga di sekelilingnya. Dan ini membuat
Myungsoo memberi kesimpulan pada dirinya sendiri jika Sungyeol tidak menikmati
pernikahan mereka bahkan tak jarang Myungsoo melihat Sungyeol sering menghela
nafas dan berwajah murung.
Mereka bahkan tidak pernah berlibur seperti yang
diimpikan Myungsoo. Mereka juga jarang berbicara dan hanya mengatakan hal-hal
yang perlu saja. Melihat ini Myungsoo memutuskan menghabiskan hari minggunya untuk mengerjakan
proyek-proyek rancangannya di kantor atau pergi berkumpul dengan teman-temannya
dan pulang larut malam.
Ternyata dengan menambah hari kerjanya atau berkumpul
dengan teman-temannya tidak membuat kehidupan Myungsoo menjadi lebih baik.
Begitu Myungsoo di rumah dia kembali merasa jenuh dan lelah. Myungsoo kadang
tidak tahu apakah dia jenuh karena
kehidupannya yang membosankan atau lelah karena menunggu Sungyeol yang tidak
juga welcome kepadanya, membuka hatinya dan menerima kehidupan pernikahannya
dengan Myungsoo atau mungkin kedua-duanya. Tak jarang Myungsoo berpikir untuk
mengakhiri pernikahannya yang membosankan.
Dan hari ini begitu pulang kerja dan mendapati rumah
itu hening tanpa ada yang menyambut kepulangannya membuat tingkat kejenuhan
Myungsoo mencapai puncaknya. Melihat rumah yang sama seperti dia pergi tadi
pagi dan dapur yang berantakan karena
aktivitas memasaknya membuat Myungsoo merasa sangat lelah, lebih lelah dari
hari sebelumnya. Bahkan umpatan diiringi hembusan nafas kesal ‘haruskah aku
menjadi pembantu di rumahku sendiri’ keluar begitu saja dalam pikirannya.
Tapi Myungsoo masih juga melakukan aktivitas rutin
yang ia kerjakan sepulang kerja. Mulai dari membersihkan rumah, menyiapkan
makan malam dan mencuci piring, memasukkan pakaian kotor ke dalam kantongan
besar untuk dibawa ke laundry besok,
lalu mandi dan kali ini dia menambah satu hal dalam pikirannya. Dia ingin
berbicara pada Sungyeol setelah makan malam. Berbicara menyangkut pernikahan
mereka. Berbicara bagaimana cara membebaskan diri dari jenuhnya pernikahan
mereka.
Selesai mandi
Myungsoo berjalan ke arah kamar Sungyeol dan mengetuk pintunya. Myungsoo kadang
bertanya-tanya apa sebenarnya yang dilakukan Sungyeol seharian di dalam kamar.
Sungyeol keluar dari kamar dengan wajah lelah seperti
baru bangun dari tidur tapi itu tetap mengagumkan bagi Myungsoo.
“Hyung, kajja mogo.” Ajak Myungsoo tetap dengan
senyum hangat. Sungyeol mengangguk dengan senyum tipis.
Mereka berjalan beriringan menuju dapur dan duduk di
depan meja makan dan menikmati makan malam mereka tanpa sepatah kata pun.
Setelah selesai makan Myungsoo langsung mencuci piring kotor sedangkan Sungyeol
mangambil snack dari dalam kulkas dan menikmatinya di depan tv, menonton acara
reality show kesukaannya.
Myungsoo hanya memperhatikan namja itu dengan wajah
datar dan berkali-kali menghela nafas.
‘Apakah aku harus mengatakannya sekarang?’ Myungsoo
tampak ragu tapi dia langsung memantapkan hatinya. Myungsoo segera membilas
piring yang sudah disabuninya dan menyusunnya ke dalam lemari lalu mengeringkan
tangannya.
Myungsoo duduk di samping Sungyeol dan itu
mengejutkan Sungyeol karena untuk pertama kalinya Myungsoo mau bergabung dan
menonton dengannya. Sungyeol justru tersenyum walaupun Myungsoo tidak
melihatnya.
“Ini. Rasanya enak. Cobalah sedikit.” Sungyeol
menyodorkan snack rasa keju itu pada Myungsoo.
Myungsoo menggelengkan kepalanya dan masih menatap
layar televisi yang berjarak 3 meter di hadapan mereka.
“Bagaimana pekerjaanmu, Myungsoo-ssi?” tanya Sungyeol
sambil mengunyah snacknya.
Myungsoo menoleh ke arah Sungyeol. Myungsoo tidak
tahu apa yang ia rasakan saat untuk pertama kalinya Sungyeol menanyakan tentang
pekerjaannya padanya.
“Baik.”
“Syukurlah.” Sungyeol tersenyum lembut dan itu
membuat Myungsoo mengerutkan keningnya.
“Sungyeol hyung, sebenarnya ada yang ingin
kubicarakan denganmu?” Myungsoo masih menatap lekat Sungyeol, mencoba
memantapkan hatinya tentang apa yang mengusik pikirannya belakangan ini.
Sungyeol segera meraih remote tv dan mengecilkan
volume suaranya.
“Bicaralah, aku akan mendengarkanmu.” Sungyeol
mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap Myungsoo. Sungyeol
menyuapkan snack rasa keju itu ke mulutnya sambil tersenyum.
“Mari kita bercerai.”
Deg!!
Detak jantung Sungyeol serasa berhenti mendengar itu.
Aktivitas makannya terhenti. Bahkan snack itu terasa menutupi rongga
kerongkongannya. Tangannya yang menggenggam bungkus snack itu bergetar.
Tiba-tiba saja Sungyeol merasa hidung dan matanya terasa pedih. Ada yang
menyesakkan di dalam dadanya dan membuatnya ingin terisak. Tapi Sungyeol
mencoba untuk bersikap tenang walaupun pikirannya sekarang sangat kacau untuk
mencari kata-kata yang tepat atas ucapan Myungsoo sebelumnya.
“Jika bercerai membuat dirimu merasa lebih baik, aku
akan terima.” Sungyeol mengatakan itu sambil tersenyum. Menutupi hatinya yang
merasa sedih. Menyembunyikan sesuatu yang tiba-tiba terasa kosong di hatinya.
Kali ini giliran Myungsoo yang terkejut. Bukan
jawaban seperti itu yang diinginkannya. Bukan. Dia hanya ingin mengetahui hati
Sungyeol dan bagaimana usaha namja itu mempertahankan rumah tangga mereka. Tapi
Sungyeol membuat segalanya menjadi mudah. Sungyeol mengatakan itu seolah tanpa
beban yang mengganjal hatinya.
‘Apa kau bahkan tidak memiliki perasaan untukku
sampai saat ini, hyung?’ bisik Myungsoo dalam hati.
“Aku akan menyiapkan surat cerainya. Begitu kita
bercerai, kau yang akan menempati rumah ini hyung. Rumah ini milikmu. Baiklah,
aku masih ada pekerjaan. Aku akan ke kamar.” Pamit Myungsoo berjalan ke
kamarnya dengan langkah gontai.
Sungyeol hanya diam. Setelah memastikan Myungsoo masuk
ke dalam kamarnya, Sungyeol menangis. Dia terisak dan membiarkan bungkus snack
itu terjatuh di lantai. Dia memukuli dadanya yang terasa sakit. Myungsoo
akhirnya memutuskan untuk berpisah dengannya. Sungyeol merasa tidak berguna
selama ini dan dia yakin alasan terbesar Myungsoo ingin menceraikannya karena
Sungyeol tidak menjalankan perannya menjadi pendamping hidup yang baik untuk
Myungsoo. Dia merasa tidak memiliki kesempatan lagi untuk menunjukkan rasa
sayangnya pada Myungsoo.
Tidak beda halnya dengan Myungsoo. Myungsoo duduk
dengan lunglai di lantai sambil memandangi foto pernikahan mereka. Kebahagiaan
yang paling diinginkannya kini berakhir. Dia merutuki kebodohannya yang
mengucapkan kalimat perceraian itu begitu saja dan Sungyeol menyetujuinya.
*****
Keadaan yang canggung semakin canggung, suasana sepi tanpa interaksi
semakin nyata di rumah Myungsoo dan Sungyeol. Keduanya tampak lebih sering
merenung di kamar masing-masing. Sungyeol mulai jarang bergabung untuk makan
bersama dengan Myungsoo, menonton tv ataupun duduk santai di taman samping
rumahnya. Sungyeol lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Diam-diam
memperhatikan Myungsoo yang berangkat dan pulang kerja dari balik jendela
kamarnya dan menangis saat Sungyeol menyadari waktu yang dia habiskan bersama
Myungsoo perlahan-lahan akan singkat untuk kemudian berpisah.
Myungsoo mungkin tidak akan kembali ke rumah itu
lagi. Myungsoo mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Myungsoo
mungkin akan menemui orang lain yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya
yang baru.
Sungyeol menangis. Menangis karena dia bahkan tidak
pernah memiliki kenangan indah bersama Myungsoo. Apakah jika Sungyeol
mengatakan dia tidak ingin berpisah, Myungsoo akan membatalkan pernikahannya?
Mungkin tidak karena mungkin juga Myungsoo menyesal
telah menikah dengan namja yang tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.
Atau mungkin saja ya jika Myungsoo masih memiliki
rasa kepadanya dan mencoba memberinya kesempatan untuk menjadi pendamping
Myungsoo yang sesungguhnya.
Sungyeol ingin sekali menceritakan masalah ini dengan
hyungnya, Hoya atau dengan ibunya. Tapi dia teramat takut dan merasa ini adalah
masalahnya, jadi dia dan Myungsoolah yang akan mengatasi dan mencari jalan
keluarnya. Dia hanya perlu bersiap jika saja keluarganya akan menyerangnya
dengan tuduhan namja yang tidak tahu diuntung karena bercerai dengan namja
sebaik Myungsoo.
******
Tidak ada hal yang istimewa di sore itu. Hanya warna
orange dari sinar matahari sore menembus kaca rumah kecil itu sehingga membuat
cahaya di dalamnya jauh lebih cerah. Bayangan-bayangan hitam dari benda-benda
yang terkena sorotnya tercetak jelas di beberapa bagian. Termasuk bayangan
sosok namja yang berdiri di depan sebuah pintu kamar menatap orang yang
dicintainya jauh lebih dalam seakan-akan tidak ingin berpisah dengan namja yang
ada di hadapannya sama seperti yang dilakukannya beberapa bulan lalu saat
dirinya memandang namja itu tanpa berkedip namun dengan suasana hati yang
berbeda. Jika tatapannya dulu tersirat sebuah pengharapan kecil untuk memiliki
namja itu, kini tatapan itu berubah menjadi sebuah penyesalan terbesar saat
dirinya akan melepaskan namja yang sangat dicintainya.
“Aku sudah membawa surat cerainya. Apa kau ingin
menandatanganinya sekarang, hyung?” Myungsoo menyerahkan surat itu tepat di
depan pintu kamar Sungyeol.
Sungyeol hanya memandang kosong berkas yang digenggam
Myungsoo dan diarahkan kepadanya. Namun perlahan tangannya yang kurus sedikit
bergetar saat meraih berkas itu, tidak membacanya, hanya menatap Myungsoo ragu seperti
ingin mengatakan sesuatu yang mungkin dapat merubah semuanya walaupun dia tidak
yakin ini akan berhasil atau tidak.
“Myungsoo-ssi, apa aku bisa menandatangani berkas ini
lusa? Aku punya sebuah permintaan. Mungkin ini bisa dibilang sebagai permintaan
terakhir sebelum kita benar-benar berpisah.”
“Permintaan? Baiklah, katakanlah hyung.”
“Bisakah aku menjalankan peranku sebagai pendampingmu
sebelum kita menandatangani surat ini selama satu hari?”
Lembut. Kalimat itu diucapkan begitu lembut yang
membuat Myungsoo terpana. Terpana dengan suaranya, wajah teduhnya dan kalimat
yang diucapkannya yang terdengar seperti Sungyeol masih butuh waktu untuk
mengiyakan perceraian itu padahal ini sudah berjalan hampir 3 minggu sejak
Myungsoo memutuskan bercerai. Seola-olah kalimat yang diucapkannya beberapa waktu
lalu hanya sebuah kalimat yang samasekali tidak memiliki arti. Kalimat tanpa
pemikiran yang matang yang spontan begitu saja keluar dari mulutnya.
“Jebal, aku hanya ingin pernah memiliki kenangan
menjadi pendamping hidup yang baik untukmu walaupun aku tidak yakin kau akan
merasa seperti itu.”
Myungsoo terdiam. Lebih hening dari biasanya.
Myungsoo tidak menyangka namja itu sedang memohon padanya. Tapi Myungsoo
menyesalkan kenapa Sungyeol meminta kesempatan itu ketika semuanya hampir
berakhir. Kenapa? Adakah yang bersedia menjelaskannya?
To be continued
to part 2