Tampilkan postingan dengan label Fanfic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fanfic. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Januari 2014

FF MyungYeol - The Last Request Part 1



Title : The Last Request part 1
Author : didi_yeol
Pair : Myungsoo, Sungyeol
Lenght: two shot
Genre : Romance
Rating : T
Summary :

You’re always pure and innocent
You make me unable to go far away from you
You always make me smile. You’re mysterious
You’re by my side and I’m by your side
Let’s be together, warmly, let’s be together, affectionately



*****
Myungsoo menyukainya, teramat sangat menyukainya. Dibandingkan orang-orang yang pernah dia sukai dulu, Myungsoo hanya menginginkan namja berwajah manis dan selalu tampak tenang itu menjadi pendamping hidupnya. Lee Sungyeol, namja itu mampu membuat hatinya seperti mendapat aliran listrik bertegangan rendah sehingga membuatnya bergetar dan mampu membuatnya terpaku memandang keindahannya.

Keinginan itu semakin kuat setiap kali Myungsoo berkunjung ke rumah Sungyeol untuk menemui kakak Sungyeol yang menjadi sunbaenya saat di sekolah musik semasa remaja dulu. Bayangan hidup bersama, saling mencintai, dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan penuh keceriaan selalu memenuhi pikiran Myungsoo ketika Sungyeol yang hanya sesekali keluar dari kamarnya itu berjalan menuju dapur membuatkan dua cangkir teh hangat untuknya dan Hoya, kakak Sungyeol.

Myungsoo tidak bisa berhenti menatap Sungyeol barang semenit pun ketika matanya bertemu dengan wajahnya yang penuh aura keteduhan. Menunggu Sungyeol tersenyum dan mengangguk kecil untuknya lalu menyilahkannya mencicipi teh yang telah Sungyeol buat, Myungsoo sangat menikmati moment-moment itu.

Terkadang dia tidak bisa tidur hanya membayangkan senyum Sungyeol sepulang dari rumah sunbaenya itu. Myungsoo hanya bisa bermimpi dan berbisik kecil supaya keinginan untuk hidup bersama dengan Sungyeol bisa menjadi kenyataan sebelum dia memulai tidurnya.

Dan hari yang mendebarkan bagi Myungsoo adalah saat dengan keberanian penuh dan tekad bulat dia datang mengunjungi rumah keluarga Lee, dengan pakaian rapi dan sepasang cincin putih yang terlindungi dalam kotak kecil berwarna hitam, terlihat sederhana namun ada nilai ketulusan di dalamnya. Myungsoo berniat melamar Sungyeol di hadapan kedua orang tuanya dan juga Hoya.

Proses pelamaran itu tentu saja mengejutkan keluarga Sungyeol, karena Myungsoo yang mereka kenal hanya akrab dengan Hoya dan tidak pernah berbicara dengan Sungyeol ternyata menaruh hati pada anak bungsu mereka. Namun ada raut kebahagiaan di wajah ketiganya karena Myungsoo mereka anggap sebagai pendamping hidup yang tepat untuk Sungyeol.

Tapi keluarga Lee tidak menerima lamaran Myungsoo begitu saja. Selama satu jam Myungsoo duduk dengan keringat dingin yang serasa membasahi punggungnya dan juga debaran jantungnya yang tidak normal, menunggu Sungyeol yang masih sibuk membeli daftar belanjaan yang dipinta ibunya.

Dan begitu kembali dan disambut dengan anggota keluarganya, Sungyeol diminta duduk di samping kakaknya dan meminta pendapat tentang Myungsoo yang melamarnya. Sudah bisa dipastikan raut wajah terkejut Sungyeol walaupun yang Myungsoo lihat hanyalah tatapan polos yang menatapnya bingung.

Myungsoo menunduk. Myungsoo sudah memantapkan hatinya jika Sungyeol menolaknya atau mengaku sedang menyukai orang lain. Myungsoo sudah siap dengan semua itu meskipun dia sedikit tidak rela jika itu terjadi. Tapi diluar dugaan Sungyeol menerimanya, Sungyeol bersedia menjadi pendamping hidupnya. Sungyeol mau menikah dengannya. Tidak ada yang tahu seberapa besar  kebahagiaan yang Myungsoo rasakan kala itu. Yang mereka ingat hanyalah ekspresi datar yang selama ini sering menyelimuti wajahnya berubah menjadi senyum tipis dan hangat.

Myungsoo tidak bisa melupakan pesta pernikahan yang mereka gelar sebulan kemudian di halaman luas milik keluarga Lee. Pesta pertama dimana dia menerima banyak ucapan selamat dan senyum kebahagiaan dari orang-orang yang menghadiri pestanya. Untuk pertama kalinya dia bisa menggenggam dan menggandeng tangan Sungyeol di hadapan semua orang dengan senyum cerianya, seolah ingin menunjukkan pada semuanya bahwa dia berhasil mendapatkan namja yang selama ini hanya masuk dipikirannya dan menjadi harapan terbesarnya. Juga ciuman hangat dan manis yang mereka bagi, Myungsoo tidak ingin melupakannya.


*****

Myungsoo menyilahkan Sungyeol masuk setelah memasukkan kode apartemen miliknya terlebih dulu. Setelah pesta pernikahan mereka berakhir dan berpamitan pada keluarga Lee dan teman-temannya, Myungsoo langsung memboyong Sungyeol ke apartemennya.
                                              
“Kita hanya satu malam disini. Besok kita akan pindah ke luar kota. Tidak apa, kan?” tanya Myungsoo sambil menutup pintu apartemennya.


Bukannya menjawab Sungyeol hanya menunduk dan menggigit bibirnya. Sesuatu yang mengkhawatirkan tampak meracuni pikirannya. Tangannya mencengkram kuat hanbok yang masih digunakannya.

“Wae? Apa kau tidak suka kita pindah dari kota Seoul, Hyung?” tanya Myungsoo berjalan mendekat ke arah Sungyeol yang duduk di sofa dan duduk di sampingnya. Tapi justru apa yang dilakukan Myungsoo kini membuat Sungyeol semakin khawatir.

“A..anio. Eomma sudah memberitahuku tentang itu. Dan tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya."

“Geundae wae? Apa kau masih belum siap berpisah dari keluargamu dan hidup bersamaku?”

“Ani..” Sungyeol menggeleng.

“Apa kau tidak enak badan?” Myungsoo mengarahkan tangannya ke dahi Sungyeol dan Sungyeol langsung memundurkan kepalanya. Ini membuat Myungsoo mengernyitkan dahinya.

“Myungsoo-ssi, mianhae, sepertinya aku belum siap menjadi istrimu. Bisakah... bisakah malam ini kita tidak tidur dalam satu kamar?” tanya Sungyeol takut-takut. Takut jika Myungsoo marah dan mengusirnya dari apartemennya itu lalu dirinya akan menjadi bahan kemarahan keluarganya. Tapi menceritakan hal yang membuatnya khawatir sejak tadi secara terus terang pada Myungsoo justru membuatnya sedikit lega walaupun dia belum tahu bagaimana respon Myungsoo nantinya.

“Jadi dari tadi kau mencemaskan itu, Hyung?”

Sungyeol mengangkat wajahnya dan menatap Myungsoo masih dengan menggigit bibirnya. Myungsoo yang melihat itu hanya tersenyum hangat dan menggumam dalam hati betapa  lucunya namja yang duduk di sampingnya itu.

“Gwaenchana. Aku akan tidur disini. Hyung bisa menggunakan kamarku. Sebentar, aku akan membersihkannya lebih dulu.”

Myungsoo masuk dan mengambil bantal dan selimut dari lemari lalu meletakkannya di atas sofa.

“Sepertinya Eomma sudah membersihkan kamarku. Hyung bisa menggunakannya sekarang. Hum, apa hyung lapar? Aku akan membelikannya jika kau menginginkan sesuatu.”

“Ani. Aku hanya ingin tidur saja. Permisi.” Sungyeol masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.

Myungsoo tersenyum lalu membaringkan tubuhnya di atas sofa. Sepertinya Myungsoo harus sedikit menunggu dan bersabar sampai Sungyeol benar-benar menerimanya dan mencintainya.


*****

Rumah itu terletak di sebuah kawasan yang ditumbuhi pepohonan sakura yang tampak teduh dan tumbuh dengan rapi. Rumah yang telah dipersiapkan oleh Myungsoo hasil  kerja kerasnya sebagai seorang arsitek terkenal. Rumah yang tidak terlalu mewah namun terlihat nyaman untuk pasangan yang baru menikah.

Beberapa bunga-bunga sakura yang beterbangan dihembus angin masuk ke dalam jendela mobil Myungsoo yang terbuka. Sungyeol terlihat tersenyum dengan lembut sambil memejamkan matanya dan menyandarkan dagunya pada tangan yang bertumpu pada sisi jendela mobil yang terbuka. Myungsoo yang melihat itu ikut tersenyum. Dia bersyukur dalam hati Sungyeol menikmati perjalanan mereka menuju rumah kecil yang akan mereka tempati sampai akhir hayat mereka.

Ketika mereka tiba di depan rumah yang sudah Myungsoo bangun sejak beberapa bulan yang lalu Sungyeol tampak tercengang. Sungyeol mengagumi rumah kecil dengan arsitektur unik yang sebagian besar terbuat dari kaca itu.

“Mulai hari ini kita akan tinggal disini. Bagaimana? Apa kau menyukainya, Hyung?”

Sungyeol mengangguk.

“Aku menyukainya.” Ujar Sungyeol masih tidak melepaskan senyum.

Myungsoo mengambil kunci dari dalam sakunya dan membuka pintu rumah.

“Masuklah, aku akan mengambil beberapa barang.”

“Myungsoo-ssi, apa kamar di rumah ini....”

“Tenang saja, Ada dua kamar di dalam rumah ini. Hyung bisa memilih kamar yang disukai.” Myungsoo tersenyum dan berjalan ke arah mobil dan mengambil barang-barang mereka.

Sungyeol kembali terpaku. Bahkan Myungsoo masih menghargai keinginannya untuk tidak tidur dalam satu kamar. Kurang baik apa lagi dirinya, Myungsoo juga tidak marah atau mengirimkannya kembali pada keluarganya seperti yang dilakukannya kemarin.

“Kenapa belum masuk?” tanya Myungsoo yang melihat Sungyeol masih berdiri di depan pintu.

“Mianhae aku pasti telah mengecewakanmu.” Sungyeol menatap Myungsoo dengan mata berkaca-kaca.

Myungsoo yang melihat itu merasa tidak enak. Ingin sekali dia memeluk Sungyeol dan mengatakan ‘tidak ada yang mengecewakan bahkan aku beruntung bisa menikah denganmu’ tapi mengingat kejadian semalam dimana Sungyeol bahkan enggan untuk disentuh olehnya ditambah lagi kedua tangannya sibuk mengangkat beberapa tumpuk kado pemberian tamu pernikahan mereka kemarin Myungsoo mengurungkan niatnya.

“Jangan menyalahkan dirimu sendiri Hyung. Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang mengecewakan. Mungkin karena dulunya kita belum begitu mengenal satu sama lain, kita perlu beradaptasi. Masuklah, hyung bisa melihat-lihat kamar yang hyung sukai.” Lagi, Myungsoo tersenyum hangat membuat Sungyeol semakin merasa bersalah tapi  dia menuruti keinginan Myungsoo juga.

Sungyeol berkeliling, mengamati setiap sudut rumah baru itu dan akhirnya memilih kamar yang lumayan luas dimana ada balkon yang bisa menghubungkannya dengan taman yang masih kosong di samping rumah itu.

“Kau menyukai kamarnya, hyung?” tanya Myungsoo.

“Hum, apa boleh aku menempati kamar ini?”

“Tentu saja. Sebentar aku akan membawakan barang-barang milikmu ke dalam kamar ini.”

Myungsoo membawa masuk beberapa kotak besar berisi barang-barang Sungyeol. Dia bahkan membantu Sungyeol menyusun dan menata juga memasang kain gorden penutup kaca jendela. Myungsoo sebisa mungkin mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan. Setelah dirasa cukup, Myungsoo lalu membereskan kamarnya sendiri yang terletak di samping kamar  Sungyeol. Tidak hanya kamarnya tapi juga seisi ruangan Myungsoo menata setiap barang dan berusaha untuk membuat Sungyeol merasa nyaman tinggal di rumah itu.

Bahkan sampai menjelang sore Myungsoo sempatkan untuk menyusun bahan-bahan makanan yang ia beli ke dalam lemari pendingin. Cukup melelahkan memang, Myungsoo sempat tertidur di kursi yang terletak di ruang makan dan  terbangun saat hari sudah petang.

Sungyeol keluar dari kamar saat Myungsoo baru selesai mandi. Saat melihat Sungyeol akan menyiapkan makan malam Myungsoo langsung mencegahnya.

“Biar aku saja hyung. Kau pasti lelah. Duduklah, ini tidak akan lama.”

Sungyeol mengangguk dengan canggung lalu duduk di kursi dan memainkan ponselnya. Myungsoo memasak semangkuk besar kari ayam  dan juga beberapa makanan pelengkap lainnya. Lalu menghidangkannya di meja makan bersama sepiring kimchi pemberian ibunya saat tadi pagi mereka berangkat.

“Jja, sudah selesai. Selamat makan.” Ujar Myungsoo sambil memberikan sumpit dan sendok pada Sungyeol. Sungyeol menerima perlengkapan makan itu lalu menyendokkan kari ke mulutnya.

“Masitta.” Ujar Sungyeol lembut yang membuat Myungsoo tersenyum lebar. Dia tidak berhenti memandang wajah namja manis itu. Bahkan sampai saat ini pun Myungsoo masih tidak bisa menghilangkan debaran aneh pada ulu hatinya.

“Setelah ini apa kau mau membantuku membuka kado pernikahan kita hyung?”

Sungyeol tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. Myungsoo tersenyum lagi. Myungsoo kembali berbisik dalam hatinya, berharap hari-hari yang lebih menyenangkan akan menghampirinya besok dan bisa dia lewati dengan Sungyeol.


*****

Awalnya Myungsoo mengira pernikahan mereka akan menyenangkan, dia bisa secepat mungkin akrab dengan Sungyeol, bisa berlibur berdua dan menikmati hari-hari mereka dengan hal-hal romantis. Tapi itu hanya impian Myungsoo, impian yang sudah dirancangnya sebelum pernikahan mereka. Seperti kertas putih yang diberi coretan dan menghasilkan gambar yang mengagumkan namun hanya tersimpan di antara tumpukan buku tanpa diberi kesempatan untuk dipertunjukkan kepada siapa saja yang mungkin akan kagum melihatnya.

Pernikahan mereka sudah memasuki bulan ketiga tapi Myungsoo merasa kekosongan menyelimuti hari-harinya. Hubungannya dengan Sungyeol tidak ada kemajuan, tidak ada interaksi yang memungkinkan akan membuat hidup mereka lebih berwarna. Hidupnya teramat suram. Sungyeol terlihat lebih suka menyendiri di kamarnya, menonton sendirian di depan tv sambil menikmati snack, atau duduk di taman yang sudah Myungsoo ubah menjadi tempat menyenangkan dengan beberapa tanaman hijau tanpa bunga di sekelilingnya. Dan ini membuat Myungsoo memberi kesimpulan pada dirinya sendiri jika Sungyeol tidak menikmati pernikahan mereka bahkan tak jarang Myungsoo melihat Sungyeol sering menghela nafas dan berwajah murung.

Mereka bahkan tidak pernah berlibur seperti yang diimpikan Myungsoo. Mereka juga jarang berbicara dan hanya mengatakan hal-hal yang perlu saja. Melihat ini Myungsoo memutuskan  menghabiskan hari minggunya untuk mengerjakan proyek-proyek rancangannya di kantor atau pergi berkumpul dengan teman-temannya dan pulang larut malam.

Ternyata dengan menambah hari kerjanya atau berkumpul dengan teman-temannya tidak membuat kehidupan Myungsoo menjadi lebih baik. Begitu Myungsoo di rumah dia kembali merasa jenuh dan lelah. Myungsoo kadang tidak tahu apakah dia jenuh  karena kehidupannya yang membosankan atau lelah karena menunggu Sungyeol yang tidak juga welcome kepadanya, membuka hatinya dan menerima kehidupan pernikahannya dengan Myungsoo atau mungkin kedua-duanya. Tak jarang Myungsoo berpikir untuk mengakhiri pernikahannya yang membosankan.

Dan hari ini begitu pulang kerja dan mendapati rumah itu hening tanpa ada yang menyambut kepulangannya membuat tingkat kejenuhan Myungsoo mencapai puncaknya. Melihat rumah yang sama seperti dia pergi tadi pagi dan dapur yang berantakan  karena aktivitas memasaknya membuat Myungsoo merasa sangat lelah, lebih lelah dari hari sebelumnya. Bahkan umpatan diiringi hembusan nafas kesal ‘haruskah aku menjadi pembantu di rumahku sendiri’ keluar begitu saja dalam pikirannya.

Tapi Myungsoo masih juga melakukan aktivitas rutin yang ia kerjakan sepulang kerja. Mulai dari membersihkan rumah, menyiapkan makan malam dan mencuci piring, memasukkan pakaian kotor ke dalam kantongan besar untuk  dibawa ke laundry besok, lalu mandi dan kali ini dia menambah satu hal dalam pikirannya. Dia ingin berbicara pada Sungyeol setelah makan malam. Berbicara menyangkut pernikahan mereka. Berbicara bagaimana cara membebaskan diri dari jenuhnya pernikahan mereka.

 Selesai mandi Myungsoo berjalan ke arah kamar Sungyeol dan mengetuk pintunya. Myungsoo kadang bertanya-tanya apa sebenarnya yang dilakukan Sungyeol seharian di dalam kamar.

Sungyeol keluar dari kamar dengan wajah lelah seperti baru bangun dari tidur tapi itu tetap mengagumkan bagi Myungsoo.

“Hyung, kajja mogo.” Ajak Myungsoo tetap dengan senyum hangat. Sungyeol mengangguk dengan senyum tipis.

Mereka berjalan beriringan menuju dapur dan duduk di depan meja makan dan menikmati makan malam mereka tanpa sepatah kata pun. Setelah selesai makan Myungsoo langsung mencuci piring kotor sedangkan Sungyeol mangambil snack dari dalam kulkas dan menikmatinya di depan tv, menonton acara reality show kesukaannya.

Myungsoo hanya memperhatikan namja itu dengan wajah datar dan berkali-kali menghela nafas.

‘Apakah aku harus mengatakannya sekarang?’ Myungsoo tampak ragu tapi dia langsung memantapkan hatinya. Myungsoo segera membilas piring yang sudah disabuninya dan menyusunnya ke dalam lemari lalu mengeringkan tangannya.

Myungsoo duduk di samping Sungyeol dan itu mengejutkan Sungyeol karena untuk pertama kalinya Myungsoo mau bergabung dan menonton dengannya. Sungyeol justru tersenyum walaupun Myungsoo tidak melihatnya.

“Ini. Rasanya enak. Cobalah sedikit.” Sungyeol menyodorkan snack rasa keju itu pada Myungsoo.

Myungsoo menggelengkan kepalanya dan masih menatap layar televisi yang berjarak 3 meter di hadapan mereka.

“Bagaimana pekerjaanmu, Myungsoo-ssi?” tanya Sungyeol sambil mengunyah snacknya.

Myungsoo menoleh ke arah Sungyeol. Myungsoo tidak tahu apa yang ia rasakan saat untuk pertama kalinya Sungyeol menanyakan tentang pekerjaannya padanya.

“Baik.”

“Syukurlah.” Sungyeol tersenyum lembut dan itu membuat Myungsoo mengerutkan keningnya.

“Sungyeol hyung, sebenarnya ada yang ingin kubicarakan denganmu?” Myungsoo masih menatap lekat Sungyeol, mencoba memantapkan hatinya tentang apa yang mengusik pikirannya belakangan ini.

Sungyeol segera meraih remote tv dan mengecilkan volume suaranya.

“Bicaralah, aku akan mendengarkanmu.” Sungyeol mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap Myungsoo. Sungyeol menyuapkan snack rasa keju itu ke mulutnya sambil tersenyum.

“Mari kita bercerai.”

Deg!!

Detak jantung Sungyeol serasa berhenti mendengar itu. Aktivitas makannya terhenti. Bahkan snack itu terasa menutupi rongga kerongkongannya. Tangannya yang menggenggam bungkus snack itu bergetar. Tiba-tiba saja Sungyeol merasa hidung dan matanya terasa pedih. Ada yang menyesakkan di dalam dadanya dan membuatnya ingin terisak. Tapi Sungyeol mencoba untuk bersikap tenang walaupun pikirannya sekarang sangat kacau untuk mencari kata-kata yang tepat atas ucapan Myungsoo sebelumnya.

“Jika bercerai membuat dirimu merasa lebih baik, aku akan terima.” Sungyeol mengatakan itu sambil tersenyum. Menutupi hatinya yang merasa sedih. Menyembunyikan sesuatu yang tiba-tiba terasa kosong di hatinya.

Kali ini giliran Myungsoo yang terkejut. Bukan jawaban seperti itu yang diinginkannya. Bukan. Dia hanya ingin mengetahui hati Sungyeol dan bagaimana usaha namja itu mempertahankan rumah tangga mereka. Tapi Sungyeol membuat segalanya menjadi mudah. Sungyeol mengatakan itu seolah tanpa beban yang mengganjal hatinya.

‘Apa kau bahkan tidak memiliki perasaan untukku sampai saat ini, hyung?’ bisik Myungsoo dalam hati.

“Aku akan menyiapkan surat cerainya. Begitu kita bercerai, kau yang akan menempati rumah ini hyung. Rumah ini milikmu. Baiklah, aku masih ada pekerjaan. Aku akan ke kamar.” Pamit Myungsoo berjalan ke kamarnya dengan langkah gontai.

Sungyeol hanya diam. Setelah memastikan Myungsoo masuk ke dalam kamarnya, Sungyeol menangis. Dia terisak dan membiarkan bungkus snack itu terjatuh di lantai. Dia memukuli dadanya yang terasa sakit. Myungsoo akhirnya memutuskan untuk berpisah dengannya. Sungyeol merasa tidak berguna selama ini dan dia yakin alasan terbesar Myungsoo ingin menceraikannya karena Sungyeol tidak menjalankan perannya menjadi pendamping hidup yang baik untuk Myungsoo. Dia merasa tidak memiliki kesempatan lagi untuk menunjukkan rasa sayangnya pada Myungsoo.

Tidak beda halnya dengan Myungsoo. Myungsoo duduk dengan lunglai di lantai sambil memandangi foto pernikahan mereka. Kebahagiaan yang paling diinginkannya kini berakhir. Dia merutuki kebodohannya yang mengucapkan kalimat perceraian itu begitu saja dan Sungyeol menyetujuinya.


*****

Keadaan yang canggung semakin  canggung, suasana sepi tanpa interaksi semakin nyata di rumah Myungsoo dan Sungyeol. Keduanya tampak lebih sering merenung di kamar masing-masing. Sungyeol mulai jarang bergabung untuk makan bersama dengan Myungsoo, menonton tv ataupun duduk santai di taman samping rumahnya. Sungyeol lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Diam-diam memperhatikan Myungsoo yang berangkat dan pulang kerja dari balik jendela kamarnya dan menangis saat Sungyeol menyadari waktu yang dia habiskan bersama Myungsoo perlahan-lahan akan singkat untuk kemudian berpisah.

Myungsoo mungkin tidak akan kembali ke rumah itu lagi. Myungsoo mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Myungsoo mungkin akan menemui orang lain yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya yang baru.

Sungyeol menangis. Menangis karena dia bahkan tidak pernah memiliki kenangan indah bersama Myungsoo. Apakah jika Sungyeol mengatakan dia tidak ingin berpisah, Myungsoo akan membatalkan pernikahannya?

Mungkin tidak karena mungkin juga Myungsoo menyesal telah menikah dengan namja yang tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.

Atau mungkin saja ya jika Myungsoo masih memiliki rasa kepadanya dan mencoba memberinya kesempatan untuk menjadi pendamping Myungsoo yang sesungguhnya.

Sungyeol ingin sekali menceritakan masalah ini dengan hyungnya, Hoya atau dengan ibunya. Tapi dia teramat takut dan merasa ini adalah masalahnya, jadi dia dan Myungsoolah yang akan mengatasi dan mencari jalan keluarnya. Dia hanya perlu bersiap jika saja keluarganya akan menyerangnya dengan tuduhan namja yang tidak tahu diuntung karena bercerai dengan namja sebaik Myungsoo.


******

Tidak ada hal yang istimewa di sore itu. Hanya warna orange dari sinar matahari sore menembus kaca rumah kecil itu sehingga membuat cahaya di dalamnya jauh lebih cerah. Bayangan-bayangan hitam dari benda-benda yang terkena sorotnya tercetak jelas di beberapa bagian. Termasuk bayangan sosok namja yang berdiri di depan sebuah pintu kamar menatap orang yang dicintainya jauh lebih dalam seakan-akan tidak ingin berpisah dengan namja yang ada di hadapannya sama seperti yang dilakukannya beberapa bulan lalu saat dirinya memandang namja itu tanpa berkedip namun dengan suasana hati yang berbeda. Jika tatapannya dulu tersirat sebuah pengharapan kecil untuk memiliki namja itu, kini tatapan itu berubah menjadi sebuah penyesalan terbesar saat dirinya akan melepaskan namja yang sangat dicintainya.

“Aku sudah membawa surat cerainya. Apa kau ingin menandatanganinya sekarang, hyung?” Myungsoo menyerahkan surat itu tepat di depan pintu kamar Sungyeol.

Sungyeol hanya memandang kosong berkas yang digenggam Myungsoo dan diarahkan kepadanya. Namun perlahan tangannya yang kurus sedikit bergetar saat meraih berkas itu, tidak membacanya, hanya menatap Myungsoo ragu seperti ingin mengatakan sesuatu yang mungkin dapat merubah semuanya walaupun dia tidak yakin ini akan berhasil atau tidak.

“Myungsoo-ssi, apa aku bisa menandatangani berkas ini lusa? Aku punya sebuah permintaan. Mungkin ini bisa dibilang sebagai permintaan terakhir sebelum kita benar-benar berpisah.”

“Permintaan? Baiklah, katakanlah hyung.”

“Bisakah aku menjalankan peranku sebagai pendampingmu sebelum kita menandatangani surat ini selama satu hari?”

Lembut. Kalimat itu diucapkan begitu lembut yang membuat Myungsoo terpana. Terpana dengan suaranya, wajah teduhnya dan kalimat yang diucapkannya yang terdengar seperti Sungyeol masih butuh waktu untuk mengiyakan perceraian itu padahal ini sudah berjalan hampir 3 minggu sejak Myungsoo memutuskan bercerai. Seola-olah kalimat yang diucapkannya beberapa waktu lalu hanya sebuah kalimat yang samasekali tidak memiliki arti. Kalimat tanpa pemikiran yang matang yang spontan begitu saja keluar dari mulutnya.

“Jebal, aku hanya ingin pernah memiliki kenangan menjadi pendamping hidup yang baik untukmu walaupun aku tidak yakin kau akan merasa seperti itu.”

Myungsoo terdiam. Lebih hening dari biasanya. Myungsoo tidak menyangka namja itu sedang memohon padanya. Tapi Myungsoo menyesalkan kenapa Sungyeol meminta kesempatan itu ketika semuanya hampir berakhir. Kenapa? Adakah yang bersedia menjelaskannya?


To be continued to part 2




Sabtu, 29 Juni 2013

FF MyungYeol - My Lovable part 1

Title      : My Lovable Part 1
Author : Didi Choding
Main Cast : Myungsoo & Sungyeol INFINITE
Support Cast : INFINITE Member
Genre    : Sad Romance, Family (lagi suka ama cerita sad, tapi ga tau ni ff bergenre sad apa engga #eh o.O)
Disclaimer: FF ini murni dari pikiran saiia sendiri.
Summary:

-          Dia yang termanis
-          Dia yang patut disayangi
-          Dia yang paling menyenangkan
-          Dia yang memikat
-          Dia yang menimbulkan rasa sayang
-          She’s My Lovable

Note : Para UKE (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, & Sungjong) disini bergender yeoja



Anyeong haseo ^^
Ini FF MyungYeol Berchapter ke 4 yang Didi buat. Awalnya ni ff mau dibuat one shot, tapi kayaknya Didi masih belum mahir buat ff one shot dan sepertinya FF 21 Days ga bakalan Didi lanjutin lagi. Rencananya tu ff mau di buat genre NC  tapi rasanya ga cocok kalo di share di fb pribadi. Niatnya mau di share di blog Didi aja, tapi... masih bingung juga.. aisshhhh..... bingung #getokin kepala pake tangan Yeol
Padahal Part 2 dan part 3 juga hampir selesai..

Di FF ini mungkin nantinya ada sedikit NC #ketahuan otak Didi mulai yadong -.-

Rencana mau di posting 2 minggu yang lalu tapi tangan kiri Didi bermasalah ditambah lagi Didi ga punya banyak waktu..

Langsung aja, hope u like it n happy reading..... ^^

Special for Inspirit n MyungYeol shipper



********

Musim semi yang indah...
Bunga-bunga sakura tampak bermekaran memenuhi ranting pohon, sesekali bunga-bunga itu tertiup angin dan hinggap di sekumpulan rambut lembut berwarna cokelat keemasan milik seorang yeoja manis yang terlihat sangat menikmati cuaca pagi  menjelang siang itu. Yeoja itu duduk bersandar pada batang pohon sakura sambil menikmati hembusan semilir angin yang serasa membelai lembut rambutnya, menjatuhkan helaian-helaian bunga sakura di atas kepalanya.

“Sungyeol-ah.” Yeoja itu mendongak ke atas ke arah namja berusia 35 tahun yang kelihatan  tampan dengan senyum cerianya yang kini menatapnya sambil mengelus rambut miliknya.

“Dongwoo Appa?”

“Apa yang sedang kau lakukan disini chagi?” tanya namja yang bernama Dongwoo pada anak angkatnya itu.

“Ania. Aku sedang tidak melakukan apapun.” Sungyeol menatap Appanya yang kini duduk di sampingnya dengan senyum manis.

“Apa ada sesuatu yang kau inginkan? Aku lihat belakangan ini kau sering melamun.”

Sungyeol tersenyum. Appa-nya satu  ini memang yang paling mengerti tentang dirinya walaupun tidak ada ikatan darah diantara mereka.

“Apakah kalau aku bilang ingin menikah Appa akan menyetujuinya?”

“Mwo?! Hei, umurmu masih terlalu muda untuk menikah Yeolli-ya. Kau masih 19 tahun chagi. Bukankah kau belum lama ini menamatkan sekolah menengahmu? Pikirkanlah lagi.” Ujar Dongwoo.

Sungyeol terdiam. Dia memang terlalu konyol untuk meminta menikah di usia yang bahkan belum genap 20 tahun ini. Tapi dia takut, dia takut umurnya tidak akan lama mengingat penyakit yang dideritanya kian hari membuat tubuhnya melemah. Penyakit yang pernah merenggut nyawa ibunya saat Sungyeol berumur 5 tahun. Hingga ibunya meninggalkan dia dan adiknya Lee Sungjong. Ya, meninggalkan mereka  untuk selama-lamanya sehingga mereka diasuh dan diangkat menjadi anak oleh adik appanya, Lee Hoya. Appanya sendiri, Lee Jungyeop meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas saat Lee Sungjong lahir.

Beruntung Hoya mau mengasuh mereka dan mengangkat mereka menjadi anaknya walaupun umurnya saat itu masih 20 tahun sedangkan Sungyeol dan Sungjong masing-masing 5 dan 3 tahun. Kemudian Hoya menikah dengan Dongwoo yang kemudian menjadi appa angkat mereka.

Tapi tetap saja Sungyeol merahasiakan penyakit kanker paru-paru yang di deritanya dari Appa dan Eomma angkatnya. Sungyeol tidak mau menyusahkan keduanya karena keluarga angkatnya itu tidak punya cukup uang untuk membiayai pengobatannya.  Sungyeol bahkan menolak untuk kuliah saat Dongwoo menawarkan. Sungyeol lebih memilih untuk menikah dengan orang yang disukainya. Jika dia nanti pergi menyusul Appa dan Eomma aslinya, anggap saja pernikahan itu sebagai kado berharga untuknya karena pernah hidup bersama-sama dengan orang yang dia cintai.

“Jadi siapa kira-kira namja yang ingin kau ajak menikah Yeol-ah?” tanya Dongwoo memecahkan keheningan yang sempat tercipta beberapa saat diantara mereka.

“Myungsoo. Kim Myungsoo. Hobaeku di sekolah menengah dulu. Sekarang dia kelas 3 Appa. Dia keponakan dari Kim Sunggyu, teman Hoya eomma.” Jelas Sungyeol. Entah kenapa menyebut nama Myungsoo membuat hatinya bergetar hebat dan juga bibirnya menyunggingkan senyum manisnya.

Dongwoo terdiam, dia menyadari perubahan wajah anak angkatnya itu. Sungyeol sepertinya sangat menyukai hobaenya itu. Tidak ingin mengecewakan Sungyeol, Dongwoo kembali membelai rambut Sungyeol.

“Appa akan membicarakan ini dengan Eommamu ne. Kajja, kita harus kembali ke rumah. Wajahmu terlihat pucat.”

Dongwoo membantu Sungyeol berdiri kemudian menggandeng punggung kecil Sungyeol berjalan meninggalkan pohon sakura itu. Sedikit agak sulit memang karena Yeol lebih tinggi darinya.

“Appa, gomawo.” Tiba-tiba Sungyeol memeluk Dongwoo.

“Gomawo karena selama ini selalu mendengarkan permintaanku bahkan tak jarang Appa sering mengabulkannya.” ujar Sungyeol masih memeluk Dongwoo.

“Hum, nado Sungyeollie. Kajja. Anginnya semakin kencang.”

Mereka lalu memasuki halaman yang dipenuhi rerumputan hijau menuju rumah sederhana berwarna ungu muda dengan beberapa tatanan bunga lavender yang tersusun rapi di balkon lantai atas rumah itu. Rumah favorit Hoya, eomma angkat Sungyeol.



*****

Coffee Cojjee, petang hari......

Tampak Dongwoo dan Hoya sedang mengobrol tentang masalah pernikahan Sungyeol dan Myungsoo dengan raut wajah serius bersama sepasang suami istri yang diketahui bernama Nam Woohyun dan anaenya, Kim Sunggyu.

“Myungsoo masih sekolah, aku takut dia akan menolak pernikahan ini.” Ujar Sunggyu setelah Dongwoo membicarakan maksud pertemuan mereka.

“Myungsoo sangat sulit ditebak dan tidak ada yang bisa memahaminya. Kami takut Sungyeol tidak akan bertahan hidup dengannya.” Tambah Woohyun.

“Sebenarnya kami juga bingung. Tapi ini permintaan Sungyeol. Kami tidak tau harus berbuat apa selain mengabulkan segala permintaannya.” Ujar Dongwoo.

“Sungyeol juga pernah mengatakan padaku bahwa dia ingin hidup  bersama dengan orang yang dicintainya sebelum mati. Aku... walaupun aku tidak mengerti maksudnya apa aku sangat sedih mendengar itu. .” Hoya mulai tampak berkaca-kaca.

Di sudut lain terlihat Sungyeol dan Myungsoo yang duduk berhadapan saling berdiam diri dan tampak canggung satu sama lain. Menunggu keluarga masing-masing menyelesaikan obrolan mereka sejak setengah jam yang lalu.

Sungyeol berkali-kali mencuri pandang ke arah Myungsoo. Menikmati aura tampan milik Myungsoo dan ketika Myungsoo melihat ke arahnya, Sungyeol menundukkan wajahnya atau menoleh ke arah lain dengan raut wajah kemerahan dan jantung yang berdetak tak karuan.

Bosan terus-terusan mengalihkan pandangannya dari Myungsoo, Sungyeol mencoba untuk tersenyum dan mengobrol dengan Myungsoo. Toh Myungsoo nantinya akan menjadi nampyeonnya itupun kalau Myungsoo mau menerima pernikahan itu.

Saat mereka beradu pandang lagi, Sungyeol memperlihatkan senyum manisnya yang merekah, tapi tak ada respon.

Semangat Sungyeol langsung menurun. Tapi Sungyeol bukan tipe yeoja yang mudah putus asa.

“Myungsoo-ya, apa kau masih mengingatku?” tanya Sungyeol yang kali ini memberanikan diri menatap Myungsoo lekat-lekat.

Myungsoo menatapnya datar dan dingin, sama seperti yang sering Sungyeol perhatikan dulu saat sekolah menengah. Tak ada respon, tak ada sahutan, hanya lirikan matanya yang tajam dan menusuk. Sungyeol menghela nafas dan akhirnya lebih memilih menatap cangkir kopi di hadapannya, merasa malu karena diabaikan. Sungyeol tidak tau bagaimana perasaan namja yang ada di hadapannya. Sungyeol tidak tau betapa gugupnya Myungsoo saat ini. Sangat gugup bahkan keringat dingin serasa menempel dipunggungnya. Sungyeol juga tidak tau kalau-kalau jantung Myungsoo serasa ingin melompat keluar karena berdetak begitu kuat. Ya, sangat kuat.

Myungsoo serasa terseret dalam arus spiral yang seakan-akan menyedotnya dan tidak bisa ditarik keluar. Kalimat simpelnya Myungsoo terpesona dengan yeoja di hadapannya sampai-sampai dia bingung jawaban apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan Sungyeol. Tapi ekspresi wajah yang ditunjukkannya benar-benar bertolak belakang. Alasannya, Myungsoo tidak terbiasa dengan bersikap hangat, manis, friendly, cute dan sejenis lainnya. Yang dikenalnya selama ini hanya sikap dingin. Benar-benar sikap dingin yang menenggelamkan segala sikap-sikap  menyenangkan itu. Sikap dingin yang mewakili segala perasaan yang muncul dipikirannya. Bahkan sikap dingin itu pula yang mendukungnya untuk malas berbicara. Ya, bahkan dengan samchon dan ilmonya, Nam Woohyun dan Kim Sunggyu . Suaranya hanya keluar pada saat-saat tertentu saja. Saat barang-barang tidak ada di tempatnya atau Myungsoo membutuhkan sesuatu. Bisa dihitung berapa kali Myungsoo berbicara dan siapa  lawan bicaranya.

Myungsoo menderita social phobia, karena dia akan merasa cemas dan canggung untuk berinteraksi dengan orang lain. Myungsoo lebih memilih menyendiri dan sibuk dengan dunianya. Tapi Myungsoo tidak secara langsung memperlihatkan kecemasannya itu. Dia menutupinya dengan sikap dingin sehingga orang-orang tidak tau.

Cukup lama mereka berdiam diri seperti itu. Sungyeol yang sedari tadi menunduk mulai mengangkat wajahnya. Myungsoo masih tampak tenang dan sesekali menyeruput kopinya. Myungsoo bingung ingin mengobrol apa untuk memecahkan suasana hening diantara mereka.

“Myungsoo-ya, mianhae.... Mungkin kau merasa kesal dengan rencana pernikahan ini. Kalau kau merasa tidak nyaman, kau bisa menolaknya.” Ujar Sungyeol.

Myungsoo membulatkan matanya. Menolak? Hei, kenapa Sungyeol jadi berpikiran seperti itu? Myungsoo menatap Sungyeol bingung. Tapi yang ada di dalam pandangan Sungyeol adalah tatapan tajam yang seakan-akan ingin menelannya bulat-bulat. Tatapan tajam yang sebenarnya sangat menyakitkan untuk Sungyeol. Dengan susah payah Sungyeol menelan ludahnya. Nafasnya terasa tercekat di tenggorokannya.

“Ini hanya permintaan konyolku yang memaksa mereka untuk menikahkanku denganmu. Aku tidak tau harus berbuat apa dan tiba-tiba ide untuk menikah denganmu muncul di kepalaku. Tapi aku mohon untuk tidak menyalahkan mereka karena ini. Kau bisa melampiaskan rasa kesalmu padaku dan mengatakan pada mereka untuk membatalkannya.” Lanjut Sungyeol.

Entah kenapa setelah mengatakan itu Sungyeol merasa kesedihan menyesakkan dadanya. Ini artinya dia akan melepaskan Myungsoo namja yang sangat dicintainya. Bayangan dirinya akan hidup bahagia dengan Myungsoo sirna sudah.

Myungsoo masih menatap Sungyeol bingung yang tetap tajam bagi Sungyeol.

Apa perasaan Sungyeol berubah secepat itu? Baru saja Myungsoo jatuh cinta padanya. Baru saja dia merasa bahagia karena akhirnya bertemu dengan seseorang yang membuat perasaannyatak menentu pada pertemuan pertama tapi haruskah dia secepat ini patah hati? Terus terang saja dia sedikit kesal saat samchonnya, Woohyun memintanya ikut dengan alasan ingin menjodohkannya dengan seorang yeoja kenalan ilmonya. Tapi begitu melihat Sungyeol-lah yeoja yang dimaksud, perasaan senang menyeruak dihatinya walaupun ini pertama kalinya mereka bertemu. Keinginan untuk memiliki melintas begitu saja dipikirannya. Tapi apa yang Sungyeol katakan tadi? Apa maksudnya?

Bertepatan dengan kebingungan yang merajai pikirannya sebuah suara menginterupsi dia dan  Sungyeol untuk bergabung dengan keluarga mereka yang sejak tadi berunding. Sungyeol, yeoja itu lebih dulu berdri dari duduknya, berjalan mendekat ke meja dimana kedua keluarga itu duduk, lalu duduk di antara kedua orang tua angkatnya. Wajahnya tampak murung dan Sungyeol menundukkan wajahnya, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca.

Myungsoo bergabung dengan mereka dan berkali-kali melirik ke arah Sungyeol.

“Kami sudah membincangkan masalah ini sejak tadi. Jujur saja ini rumit bagi kami sehingga kami akan menunggu keputusan dari kalian saja karena kalian yang akan menjalani pernikahan ini. Kami tidak ingin kalian mengalami kegagalan dalam pernikahan kalian nantinya karena keputusan yang salah dari kami. Jadi bagaimana keputusan kalian? Apakah kalian akan tetap melangsungkan pernikahan ini?” tanya Sunggyu menatap ke arah Sungyeol dan Myungsoo bergantian.

Sungyeol menarik nafas kemudian mulai berbicara.

“Aku rasa tidak.” Ujarnya.

Dongwoo dan Hoya langsung menatap Sungyeol bingung kemudian saling pandang satu sama lain. Bukankah Sungyeol yang awalnya sangat antusias untuk menikah dengan Myungsoo, tapi sekarang...

“Yeol-ah, ada apa denganmu chagi?” tanya Sungyeol sambil memegang pundak Sungyeol.

“A..aku tidak ingin membuat Myungsoo terluka karena pernikahan ini. Mianhae karena mengecewakan kalian.” Sungyeol mulai terisak.

“Andwaeyo! Biarkan pernikahan ini berlangsung. Aku menyetujui pernikahan ini.”

Sungyeol terkejut mendengar perkataan yang baru saja Myungsoo ucapkan.

“Aigo, aigo, Myungsoo-ya, kau keren sekali.” Woohyun menggelitik dagu Myungsoo.

“Ya! Geumanhae.” Sunggyu langsung memukul pelan tangan Woohyun. “Berhenti bersikap memalukan seperti itu.” Bisik Sunggyu.

“Hehe, aku hanya tidak pernah melihat Myungsoo seperti ini sebelumnya.” Ujar Woohyun.

“Sepertinya keputusannya sudah ditentukan. Bagaimana kalau kita makan malam di restoran kami sambil membicarakan tanggal pernikahan mereka?” tawar Dongwoo.

“Hum, baiklah. Sepertinya itu ide yang bagus. Kajja.”

Mereka mulai berdiri dan meninggalkan coffee shop itu setelah Woohyun membayar kopi yang mereka minum.

“Gomawo.” Ujar Sungyeol pada Myungsoo saat mereka akan masuk  ke dalam mobil. Myungsoo hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil.

Sungyeol tersenyum. Sangat senang. Impiannya untuk hidup bersama dengan Myungsoo sedikit lagi akan tercapai.

‘Gomawo. Gomawo Myungsoo-ya.’ Bisik Sungyeol dalam hati.


TBC dulu... :D

Gimana? Terlalu singkat dan kurang menarik kan?
Rencananya mulai part 2 n seterusnya Sungyeol akan Didi buat menderita di fict ini. #lagi -.-
Ini karena Didi kangen Sungyeol T.T
Gomawo udah baca ini fict. N gomawo buat beberapa chingudeul yang kangen ama ff saia #plakk,
Part 2 nantinya Didi harap bisa lebih baik lagi.

Jumat, 22 Maret 2013

FF MyungYeol - Can I Forget U?


FF MYUNGYEOL


Author : Didi Choding

Title : Can I Forget U?

Main Cast : Lee Sungyeol, Kim Myungsoo

Support Cast : Member INFINITE, Choi Minhwan FT Island, Lee Jaejin FT island, Lee Daeyeol

Genre : Yaoi, Romance, School Life

Rating : PG 17
Disclaimer : This fanfictionis mine n all cast too ^^ #digetok readers



Anyeong ^^

Ini ff Myungyeol pertama Didi yang juga ff yaoi pertama hehe ^^. Huwah, akhirnya saia bikin FF Yaoi juga sodara-sodara. Padahal dulunya anti banget ama yang namanya Yaoi n sekarang malah kemakan omongan sendiri + tau gimana serunya Yaoi itu ya~ walaupun saia berharap mereka ga real. Berharap yang mereka lakukan semua selama ini cuma fan service tapi kadang Didi berharap semua itu real *eh ? Ini apa? Ini apa? O.oa

Ya sudah mari kita hentikan curcolan gaje + ga penting ini.

Ok langsung aja, silahkan cicipi FF pertama buatan Didi ini. Jangan lupa ne apresiasikan perasaan kalian setelah membaca FF ini lewat kotak komen di bawah. Beritahu Didi seberapa hancur FF ini biar ke depannya bisa lebih baik lagi. Hope u like it n happy reading ^^




>> Lee Sungyeol POV


Deg! Deg! Deg!

Aku merasa jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Apa yang aku lihat ini tidak salah? Aku akan sekelas dengan Kim Myungsoo? Benarkah ini?

Aku kembali menatap papan pengumuman yang memperlihatkan deretan nama penghuni kelas 2-4. Aku bahkan membuka kacamataku untuk memperjelas penglihatanku yang tentu saja pandanganku semakin mengabur.


“Huwah, Myungsoo-ya, kita akan satu kelas lagi.” Seru seseorang disampingku yang aku tahu itu suara Choi Minhwan, teman dekat Kim Myungsoo.


Mendengarnya menyebut nama Myungsoo aku segera menoleh ke asal suara dan betapa terkejutnya aku saat aku menoleh ke samping, Myungsoo telah berdiri tepat di sebelah kananku sambil sibuk membaca daftar nama di papan pengumuman. Jantungku berdegup lagi kali ini tiga kali atau bahkan berkali-kali lebih cepat. Aku hampir tidak bisa bernafas karena inilah pertama kalinya aku melihatnya dari dekat sejak aku menyukainya di awal tahun pertama kami sekolah. Ya, aku memang menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya. Namja berwajah tampan yang dingin dan pendiam. Menurutku dia sangat keren walaupun begitu banyak yang tidak menyukainya karena mereka berpikir kalau Myungsoo itu angkuh. Bahkan dia hanya punya tiga teman yang akrab dengannya yaitu Choi Minhwan, Lee Jaejin dan Nam Woohyun.


Aku kembali memakai kacamataku , memperhatikan wajahnya yang tampan walau hanya sekian detik karena detik berikutnya Minhwan telah menariknya pergi.


“Kajja, kita harus mencari tempat duduk kita. Aku pikir Jaejin dan Woohyun telah mendapat bangku mereka.” Ucapan Minhwan seolah menyadarkanku. Ah, ya, harusnya aku juga mencari tempat duduk untukku. Aku harap aku bisa duduk di dekat Kim Myungsoo, walaupun tidak sebangku tidak apa-apa, asal bisa di dekatnya saja aku pikir aku sudah cukup senang.


Tapi aku harus kecewa kali ini karena keinginanku untuk duduk di dekatnya, entah itu di depan, belakang atau bahkan di sampingnya tidak berhasil. Dia dan Minhwan duduk di sudut kelas dekat dengan jendela sedangkan aku duduk di dekat pintu masuk di samping Lee Hoya yang juga satu bangku denganku saat kami di kelas I dulu. Lihatlah, betapa jauhnya jarak kami. Aku di depan dan dia di belakang. Ini semua karena aku telat memilih bangku. Hhhh, bodohnya diriku.




*****

Ini sudah memasuki bulan kedua aku sekelas dengan Kim Myungsoo. Hubunganku dengannya belum ada kemajuan bahkan nyaris tidak ada. Kami tidak pernah berbicara satu sama lain, aku juga tidak tahu apa dia menyadari aku adalah teman sekelasnya atau tidak. Karena setelah diperhatikan dia tidak pernah berbicara dengan teman-teman yang lain kecuali Minhwan, Woohyun, Jaejin dan juga Lee Sungjong dan L.Joe yang tepat duduk di depannya, ditambah lagi sikap cueknya yang kadang tidak mau tau keadaan di sekitarnya.


Seringkali aku mengutuki diriku yang tidak mempunyai keberanian untuk menyapanya ketika kami berpapasan. Yang kulakukannya hanya diam-diam meliriknya dengan detak jantung yang tidak karuan.


“Apa kau menyukai Kim Myungsoo?” tanya Hoya siang itu saat kami istirahat di kantin sekolah. Aku cukup tersentak mendapat pertanyaan itu darinya. Ternyata selama ini Hoya tau kalau aku menyukai Kim Myungsoo.


“Bagaimana kau tau?” aku balik bertanya lalu menyedot ice coffee-ku dengan gugup.


“Terlihat jelas Yeol-ah. Walaupun dia tidak menyadarinya tapi dengan sikapmu yang suka memperhatikannya dapat kusimpulkan kalau kau menyukainya.” Ujar Hoya santai.


“Jebal, jangan beritahu siapapun ne?” aku menatapnya setengah memohon.


“Geurom ania. Kau tidak ingin mencoba untuk mengatakannya?” tanyanya sibuk meniup-niup mie ramennya yang masih panas.


“Aku tidak punya keberanian Hoya-ya. Rasanya sangat sulit. Bahkan untuk menyapanya saja aku merasa lidahku sangat kelu. Ditambah lagi aku tidak mampu menatap matanya yang tajam itu.” Ujarku mulai curhat pada Hoya.


“Kau mau dia menjadi milik orang lain sebelum kau mengutarakan isi hatimu?” tanyanya.


“Ne? Tentu saja tidak. Tapi, apa dia sudah memiliki pacar?” tanyaku.


“Mollayo. Bagaimana kalau dia memilih orang lain sebelum kau bilang padanya kalau kau menyukainya?”


“Ah, iya, kenapa aku tidak menyadarinya. Tapi, apa dia akan menerimaku?” tanyaku lagi.


“Coba saja dulu. Kau tahu, aku juga berencana menyatakan perasaanku pada seorang namja.” Terlihat wajah Hoya yang berubah cerah dan malu-malu.

“Jinjja? Nugu?” tanyaku penasaran. Ternyata Hoya punya orang yang disukainya juga.


“Uri sunbae, Jang Dongwoo.” Bisiknya.


Jadi Hoya menyukai Jang Dongwoo hyung, si maniak senyum itu?


“Dia lucu dan aku menyukai tawanya.” Ujarnya.


“Aku harap dia menerimamu.” Ujarku sambil tersenyum.


“Gomawo Sungyeol-ah.” Ujarnya sambil membalas senyumku.


“Ayo kita ke kelas.” Ajakku seraya bangkit dan berjalan ke arah kasir.



*****

Aku menarik nafas berkali-kali. Apa sekarang waktunya? Apa harus ku nyatakan sekarang?

Aku kembali menarik nafas dan melirik ke belakang, ke arah Myungsoo yang duduk sendiri sambil memejamkan matanya. Saat ini hanya kami berdua di dalam kelas. Aku yang terpaksa beristirahat di dalam kelas karena kakiku keseleo saat jam olahraga yang saat ini masih berlangsung dan dia yang mungkin tidak membawa pakaian olahraganya dan sibuk tiduran di kelas.

Aku perlahan berdiri dari dudukku dan bersusah payah berjalan ke arahnya. Ku putuskan untuk kunyatakan sekarang. Lebih baik di saat seperti ini dimana tidak ada orang selain kami berdua. Tapi baru berjalan beberapa langkah, aku kembali bingung. Apa harus sekarang?


Aigo, Lee Sungyeol, kenapa sikap plin planmu muncul lagi di saat seperti ini?

Kau mau dia menjadi milik orang lain sebelum kau menyatakan isi hatimu?


Perkataan Hoya waktu itu muncul kembali di ingatanku.Ku tarik nafasku, ku tenangkan jantungku yang berdegup kencang, kulangkahkan kakiku mendekatinya.


Sesaat aku tersihir melihat wajahnya yang terlihat tampan dan sangat keren dengan posisi tidur seperti itu. Dengan badannya yang bersandar di dinding, tangan yang terlipat di depan dadanya, dan kakinya yang diluruskan di atas bangku Minhwan. Apakah aku bisa menjadi namjachingunya?


“Kim Myungsoo.....” panggilku. Aku merasa ada getaran di suaraku. Mungkin terlalu gugup.



MYUNGSOO POV


Aku memicingkan mataku saat mendengar ada yang memanggil namaku. Ku lihat namja tinggi berkacamata dengan anak rambut yang sebagian menutupi matanya berdiri di depanku sambil menunduk.


“Wae?” tanyaku malas.


“A..aku menyukaimu. Bolehkah aku menjadi namjachingumu?” tanyanya.


Aku menatapnya sinis kemudian berdiri dari posisiku. Dia sempat menatapku dan menunduk kembali saat mata kami bertemu.


“Aish, kau mengganggu tidurku.” Aku berjalan meninggalkannya. Bahu kami sempat bertubrukan karena dia berdiri tepat di tengah dan otomatis itu menghalangi jalanku.


Aku berjalan menuju toilet dan membasuh wajahku. Aku mendesah. Apa yang harus ku katakan pada namja itu? Aku tidak mengenalnya, melihatnya pun jarang. Aku juga tidak tau dia dari kelas berapa. Ditambah lagi aku tidak tau namanya.




SUNGYEOL POV


Tes ! Ku rasakan airmataku jatuh. Kenapa dia tidak mengatakan ya atau tidak?


Aku bergegas menghapus airmataku dan kembali ke bangkuku ketika mendengar suara langkah teman-teman sekelasku mulai mendekati pintu.


“Yeol-ah, gwaenchana?” Hoya masuk ke dalam kelas dan langsung menghampiriku sambil memperhatikan kakiku.


“Ne, gwaenchana.” Ujarku sambil tersenyum.


“Kau menangis?” Hoya memperhatikan mataku yang sembab. Aku kembali terisak.


“Apa kakimu terasa sakit?” tanyanya khawatir.Aku menggeleng.


“Geundae mwo? Kenapa kau menangis?” tanyanya heran.


“Aku baru saja menyatakan perasaanku pada Myungsoo.” Isakku.


Hoya menarik nafasn dan menepuk-nepuk bahuku.


“Sabarlah Yeol—ah. Ditolak itu memang tidak menyenangkan.” Ujarnya sok tau.


“Ania.... Dia tidak menolakku. Dia ju....”


“Jadi dia menerimamu sampai-sampai kau menangis seperti ini? Aigo, aigo, betapa beruntungnya dirimu mendapat Myungsoo yang tampan.” Hoya langsung memelukku dan mengacak-acak rambutku.


“Aniaaa..... Dia tidak menerimaku juga.” Aku makin menangis.


“Lalu kenapa kau menangis kalau Myungsoo tidak menerimamu dan juga tidak menolakmu?” Hoya melepas pelukannya dan menatapku bingung.


“Aku juga tidak tau kenapa aku menangis? Dia hanya mengatakan kalau aku mengganggu tidurnya.” Aku menghapus airmataku.


“Paboya, eoh?” Hoya mendorong kepalaku dengan jari telunjuknya dan memasang tampang sebal.


“Mungkin saja dia sedang berpikir apa dia harus menerima atau menolakmu. Dan lihat apa yang kau lakukan? Kau malah menangis. Dasar kekanakan sekali.” Cibirnya.


“Jinjjayo? Jadi aku hanya perlu menunggu jawabannya?” aku menatap Hoya tak percaya. Hoya mengangguk dengan malas.


Aku tersenyum. Ternyata begitu. Tadinya aku khawatir sekali dia akan menolakku walaupun aku tidak yakin nantinya dia akan menerimaku atau tidak. Tapi aku sedikit merasa lega karena akhirnya aku bisa menyatakan perasaanku yang lebih setahun ini kupendam. Myungsoo-ya, saranghae. Aku harap aku mendapat jawaban yang menyenangkan darimu.


MYUNGSOO POV


Aku menyusun buku-bukuku yang masih berserakan di atas meja.


“Myungsoo-ya, kami tunggu di bawah ne.” Teriak Jaejin sambil menggandeng Woohyun dan


Minhwan keluar kelas.

“Ya! Tunggu aku.” Aku semakin buru-buru memasukkan bukuku. Kelas sudah kosong. Hanya tinggal aku dan oh ada satu orang lagi. Namja tinggi berkacamata yang kini berjalan ke arahku. Mau apa dia?


“Myungsoo-ya.” Ujarnya sambil menunduk.


“Nuguya?” tanyaku cuek sambil terus sibuk memasukkan buku dan sesekali melihat ke arahnya.


Dia menatapku bingung.


“Aku? Lee Sungyeol, teman sekelasmu yang kemarin.....” dia menggantung kalimatnya. Menatapku sejenak lalu menunduk lagi.


“Oh, wae?” tanyaku masih cuek sambil menarik kancing ranselku dan memakainya di bahu.


“Apa kau sudah menemukan jawabannya?” tanyanya masih menunduk.


“Jawaban apa? Kau tidak pernah memberikan pertanyaan padaku.” Aku memperhatikannya dengan seksama. Oh, namja ini yang menyatakan cintanya padaku kemarin.


“Molla.” Ujarku lalu meninggalkannya menyusul Jaejin dan lainnya. Aku sempat berbalik dan melihatnya masih berdiri menunduk. Ckckckck, aku menggeleng-gelengkan kepalaku.



****

“Anyeong Myungsoo-ya.” Namja bernama Lee Sungyeol itu menyapaku pagi ini. Entah kenapa sejak hari itu saat dia menyatakan cintanya padaku dia jadi lebih sering menyapaku. Aku hanya berjalan cuek tanpa melihatnya. Bisa ku lihat perubahan raut wajahnya yang kecewa. Begini lebih baik bukan? Menolaknya dengan sikap dingin seperti ini.

Aku melihat ke sudut kelas dimana aku duduk. Mereka belum datang. Aku meletakkan tasku dengan asal lalu mengeluarkan komik romance (?) terbaru yang baru aku beli kemarin. Aku memasang headphone ditelingaku, memutar musik lewat ipad kemudian mulai membaca. Hum, begini lebih baik.



SUNGYEOL POV


Aku menghela nafas sedih. Lagi-lagi dia mengabaikanku. Aku duduk di bangkuku melirik Hoya yang sibuk mengirim pesan sambil senyum-senyum.


“Ada apa denganmu?” tanyaku sambil menyikut lengannya pelan.


“Yeol-ah, kau tau, Dongwoo hyung mengajakku keluar malam ini.” Ujarnya dengan wajah ceria.


“Jinjjayo? Huwah, daebak. Apa kau sudah menyatakan perasaanmu padanya?” tanyaku.


“Belum. Kemarin Dongwoo hyung juga menawariku untuk mengantarku pulang. Aku sangat gugup dan juga senang.” Ujarnya malu-malu. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu. Betapa menyenangkannya menjadi seorang Hoya.


Bel masuk berbunyi. Young sonsaengnim masuk ke dalam kelas dengan senyum ramah.


“Hari ini saya ada keperluan keluar, jadi saya akan membagi kalian ke dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas yang akan saya berikan. Satu kelompok terdiri dari dua orang. Saya akan membacakan nama-nama yang akan menjadi satu kelompok.” Ujar Young sonsaengnim.

Aku sempat terkejut saat mendengar namaku akan sekelompok dengan Myungsoo. Benarkah? Aku tersenyum senang.


“Ini kesempatanmu untuk lebih dekat dengannya Yeol-ah. Kerjakan tugas kalian dengan baik, aku akan ke bangku Jaejin dulu.” Ujar Hoya. Aku hanya tersenyum.


Tapi itu cuma harapan yang gagal karena begitu Young sonsaengnim pergi, Myungsoo berbicara dengan keras seolah kalimat yang di ucapkannya tertuju padaku.


“Lee Sungjong, aku ingin satu kelompok denganmu.” Ujarnya lantang. Hampir seisi kelas menoleh ke arahnya karena suaranya yang cukup keras.


“Wae? Bukankah kau satu kelompok dengan Lee Sungyeol?” tanya Sungjong bingung.


“Aku tidak mau sekelompok dengannya, aku ingin sekelompok denganmu.” Ujar Myungsoo masih dengan suara keras.


“Ya! Kau tidak perlu berbicara sekeras itu. Kau akan menyakiti Sungyeol jika dia dengar.” Ujar Woohyun.


Aku hanya bisa menunduk. Airmataku hampir keluar. Ternyata Myungsoo tidak mau sekelompok denganku.Padahal aku begitu senang saat Young sonsaengnim mengumumkan aku sekelompok dengannya.


“Tapi aku sudah sekelompok dengan L.Joe.” ujar Sungjong.


“Kita bertiga saja.” Paksa Myungsoo.


Tes! Airmataku jatuh. Huhu, nappeun Myungsoo. Apa dia mencoba menghindariku karena dia tau aku menyukainya?


“Gwaenchana?” tanya Hoya yang tiba-tiba sudah di sampingku.


Aku segera menghapus airmataku dan tersenyum secerah mungkin.


“Eoh, gwaenchana. Kau kembalilah pada Jaejin.” Ujarku.

“Ani. Kita satu kelompok saja. Aku sudah meminta Jaejin satu kelompok dengan Myungsoo, dan mereka setuju. Uljima, eoh?” Hoya mengusap pundakku.


“Gomawo.” Ujarku menahan tangis. Hoya-ya, aku pasti akan membalas kebaikanmu.


“Ayo kita kerjakan.” Hoya mulai mengeluarkan bukunya.



MYUNGSOO POV


“Aku pikir aku menyukai seseorang.” Ujar Minhwan sore itu saat kami pulang sekolah bersama-sama.


“Huwah, nugu?” tanya Woohyun penasaran.


“Apa dia sekelas kita?” tanya Jaejin.


“Haha, itu rahasia. Aku belum yakin untuk memintanya jadi namjachinguku.” Ujar Minhwan terkekeh.


“Ckckckck, “ aku hanya menggeleng kepala.


“Kau harus memilih namjachingu seperti namjachinguku Minhwan-ah.” Ujar Woohyun.


“Namja sipit dan pemarah seperti Kim Sunggyu.” Sambung Jaejin.


“Ya!Walaupun apa yang kau bilang itu benar tapi Sunggyu hyung itu juga imut. Sifatnya yang mudah marah, wajahnya yang manis seperti hamster, bibirnya yang seksi, semua itu terlihat imut Jaejin-ah.” Ujar Woohyun.


Bukk!!!! Sebuah buku mendarat di kepala Woohyun. Kami semua langsung menoleh ke belakang. Kim Sunggyu hyung berdiri di belakang kami dengan tampang kesal.


“Aishh, Sunggyu hyung! Appoyo.” Woohyun meringis kesakitan.


“Kajja.” Jaejin segera menarik aku dan Minhwan meninggalkan mereka sebelum Sunggyu benar-benar marah.


“Ya! Kau menjelek-jelekkanku di depan teman-temanmu, eoh?” tanya Sunggyu marah.


“Mianhae hyung, aku hanya bercanda. Aku akan mengunjungi nanti malam ne. Anyeong chagi. Ya! Eodiga?” Woohyun segera berlari menyusul kami. Haha, dia pasti hanya menghindari semprotan Sunggyu hyung.


“NAM WOOOHYUUUNNNNNN!!!!!”





SUNGYEOL POV


Aku memperhatikan sekelilingku mencari sosok Myungsoo. Hoya bilang dia akan istirahat dengan Dongwoo hyung. Ini membuatku bingung harus istirahat dengan siapa. Aku membawa kotak bekalku ke atap sekolah. Lebih baik aku menghabiskan waktu istirahat disana.

Aku terkejut melihat Kim Myungsoo juga ada disana, seperti biasa yang sering dilakukannya dia tertidur bersandar ke dinding padahal cuaca hari ini lumayan panas. Kenapa dia tidur di ruangan terbuka seperti ini? Apa dia tidak takut hitam? Aku mendekatinya perlahan.


“Myungsoo-ah, apa kau tidak istirahat?” tanyaku berusaha seramah mungkin.


Myungsoo membuka matanya dan menatapku dengan tatapan tajam. Ku dengar dia mendengus kecil. Aku menelan ludah getir.


“Apa kau tidak lihat aku sedang istirahat?” sahutnya ketus.


“Mianhae. Apa kau tidak ingin memakan sesuatu ? Aku membawa bekal, ini makanlah.” Aku meletakkan bekal itu di sampingnya.


“Apa kau bodoh? Apa kau tidak bisa menilai sikap seseorang hanya dengan melihatnya? Aku tidak butuh ini.” Myungsoo mengambil kotak bekal itu, bangkit dari posisinya dan mencampakkannya ke bawah. Ya, dari atap sekolah ke bawah.


Aku terkejut. Bagaimana kalau kotak bekal itu mengenal seseorang yang ada di bawah?


“Aku tidak tau bagaimana harus memberitahumu. Aku merasa muak kau selalu muncul di hadapanku. Aku seperti di hantui namja bernama Lee Sungyeol setiap hari. Aku tidak menyukaimu harusnya kau sadar hanya dengan melihat sikapku padamu. Aku tidak menyukaimu. AKu tidak menyukaimu Lee Sungyeol. Harus berapa kali aku mengatakannya supaya kau mengerti? Lupakan perasaan konyolmu itu padaku.” Ujarnya dengan nada membentak.


Airmataku tidak terbendung lagi. Tapi aku berusaha menatap matanya, hal yang sulit kulakukan selama ini.


“Kau bukan tipeku. Aku tidak menyukai namja bodoh, tidak tanggap dan cengeng sepertimu. Kau seperti orang idiot yang mengemis cinta dari orang yang tidak menyukaimu. Jangan lakukan hal-hal bodoh yang membuatku muak di hadapanku. Lupakan aku, bahkan lebih baik jika kau pura-pura tidak melihatku jika bertemu. Neo ara? Sudah seharusnya kau mengerti kata-kataku jika kau masih punya harga diri.” Ujarnya sinis lalu pergi.


Aku menangis, terisak. Ini..... ini sangat menyakitkan aku merasa dadaku sakit sekali seperti tertusuk ribuan jarum, diinjak-injak lalu dibuang. Kalau tau akan sakit seperti ini aku memilih untuk tidak menyukaimu dari awal Kim Myungsoo. Akan lebih baik aku manyukai orang lain.


Aku berjalan menuju kelasku dengan susah payah. Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk berdiri dengan perasaan hancur seperti ini.


“Yeol-ah, aku mencarimu dari tadi. Kau tau Dongwoo baru saja menyatakan perasaannya pad.... hey, kau menangis? Ada apa lagi? Ayo ceritakan padaku.” Hoya menatapku heran. Aku semakin terisak dan memeluknya. Aku benar-benar butuh sandaran untuk menopang tubuhku yang semakin melemah.

“Myungsoo menolakku Hoya-ya..” isakku.



MYUNGSOO POV


Aku berjalan meninggalkan atap menuju kelasku. Aku duduk di bangkuku sambil memperhatikan Jaejin dan Woohyun yang asyik mengobrol. Sesekali aku melihat ke arah pintu masuk dimana namja itu, Lee Sungyeol duduk sambil membaringkan kepalanya di atas meja. Ya, setelah beberapa bulan aku baru menyadari dia teman satu kelasku.


Aku yakin dia pasti sedang menangis karena aku melihat teman sebangkunya sibuk menenangkannya dengan menusap-usap bahunya. Apa perkataanku tadi terlalu keras untuknya? Ah, ya tentu saja. Buktinya dia sampai menangis. Tapi ini bagus untukku karena aku yakin dia besok tidak akan mengusikku lagi walaupun aku sedikit hum tidak tega membentaknya tadi.



MINHWAN POV


Bbukkkk!!!! Aku terkejut karena sebuah kotak bekal jatuh dari atas hampir mengenaiku. Aigo, siapa yang berani berbuat seperti ini padaku? Apa orang itu punya dendam padaku?


“Gwaenchana?” beberapa siswa menanyaiku.


“Eoh, gwaenchana.” Ujarku pada mereka.


Aku lalu memungut kotak bekal itu. Haha, hampir saja aku tertawa melihat kotak bekal berbentuk wajah beruang itu. Milik siapa ini ?? Kekanakan sekali. Apa dia pikir masih berada di taman kanak-kanak?


Aku memungut kimbab yang berserakan dimana-mana dan memasukkannya kembali ke kotak bekal itu. Aku melihat ke atas, ke arah atap sekolah, mungkin saja si pelaku masih disana. Tapi tidak ada. Aku memeriksa kotak bekal itu mungkin saja si pelaku menuliskan namanya. Dan benar saja si pelaku menuliskan namanya di bagian bawah kotak bekal itu. Huahhahaha, aku hampir tertawa lagi. Ternyata selain kenakan si pelaku bernama Lee Sungyeol itu juga bodoh. Eh? Lee Sungyeol? Namja yeppo itu? Namja yang kusukai dan masih kurahasiakan di depan teman-temanku? Jadi kotak bekal ini miliknya? Tapi kenapa dia ingin mencelakaiku? Wae? Wae?! Akh, mendadak kepalaku pusing. Apa maksud dari semua ini?

----

Cukup lama aku berdiri di depan wastafel sambil memandangi kotak bekal itu. Apa Sungyeol punya dendam tersembunyi padaku? Ah, ania. Selama ini kami bahkan belum pernah berbicara satu sama lain. Atau jangan-jangan dia melakukan itu karena tau kalau aku menyukainya? Akh, itu lebih tidak masuk akal lagi. Bagaimana bisa dia tau aku menyukainya sedangkan aku tidak pernah mengatakanya padanya. Bahkan tidak ada orang yang tau tentang perasaanku padanya.

Hum, lebih baik aku cari sendiri jawabannya.


Aku melangkah ke dalam kelas. Oh, semua sudah masuk kelas? Aku segera mengetuk pintu dan meminta maaf pada Kim Songsaengnim. Guru tua itu menyuruhku duduk. Aku sempat melirik ke arah Lee Sungyeol yang sibuk menghapus airmatanya. Eh, ada apa dengannya? Dia menangis?


“Darimana saja?” tanya Myungsoo sambil sibuk melepas headphone yang terpasang di telinganya kemudian mengeluarkan pspnya dan mulai ngegame..


“ Sedang memikirkan seseorang di toilet.” Ujarku sambil memasukkan kotak bekal itu ke dalam tasku.


“Aigo, apa tidak ada tempat yang lebih bagus untuk memikirkan oraang yang kau sukai itu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya tapi pandangannya masih fokus ke psp. Aku hanya tertawa kecil lalu kembali menoleh ke arah Lee Sungyeol.


Kenapa dia menangis? Hum mungkin begini. Sungyeol sedang makan di atap sekolah tapi sebelum dia memakan bekalnya tanpa sengaja dia menjatuhkan kotak bekal itu. Lalu saat dia turun ke bawah dan berniat mengambilnya, kotak bekal itu sudah tidak ada lagi. Tentu saja tidak ada karena aku membawanya ke toilet. Karena tidak menemukan kotak bekal yang mungkin sangat berharga itu Sungyeol menangis. Ah, ya, alasan ini sedikit lebih masuk akal bukan?


----

“Apa yang kau lakukan disitu? Kau tidak pulang?” tanya Myungsoo heran yang melihatku masih duduk padahal yang lain sudah bergegas pulang.

“Ada sesuatu yang harus kulakukan. Pulanglah duluan.” Ujarku.


“Ini tidak seperti Minhwan yang kukenal.” Jaejin menatapku curiga.


“Ya! Jangan menatapku seperti itu.” Ujarku pada Jaejin.


“Kajja, ayo kita pulang. Woohyun odika?” tanya Myungsoo sambil merangkul Jaejin keluar kelas.


“Molla. Mungkin dia menemui Sunggyu Hyung.” Ujar Jaejin.


Begitu mereka keluar, aku segera berjalan ke arah Lee Sungyeol. Sepertinya Lee Sungyeol masih terlihat sedih, sesekali dia menghapus airmatanya sambil memasukkan bukunya satu persatu. Apa dia masih sedih karena belum menemukan kotak bekalnya?


“Anyeong....” sapaku sambil tersenyum manis.


Sungyeol menoleh ke arahku dan menatapku bingung.

“Apa ini milikmu?” tanyaku lalu mengambil kotak bekal itu dan menyerahkannya padanya.


“Oh, ne, itu milikku. Gomawo.” Ujarnya sambil sedikit membungkukkan kepalanya


“Ah, ania sudah seharusnya aku mengembalikan ini padamu.” Ujarku.


Dia tersenyum tipis. Aneh, aku sudah memberikan kotak bekal itu tapi kenapa wajahnya masih sedih?


“Aku harus pulang. Sekali lagi jongmal gomawo.” Ujarnya kali ini tersenyum manis lalu berjalan meninggalkanku.


“Ne, hati-hati dan sampai bertemu besok.” Aku membalas senyumnya cerah walaupun dia tidak melihatku.



SUNGYEOL POV


Ini sudah larut malam tapi aku masih saja menangis dan mengingat perkataan Myungsoo tadi siang.


“Kim Myungsoo.. Nappeun namja... Apa kau pikir aku tidak bisa melupakanmu HAH??!!!” isakku.


“Sungyeol hyung shikkeuro. Suara tangisanmu berisik sekali. Kau mengganggu tidurku..” Daeyeol yang tidur di sebelahku menoleh ke arahku dengan sebal.


“Nappeun Myungsoo... Aku pasti melupakanmu....” Aku masih melanjutkan isakanku tanpa memperdulikannya.


“Hyung, besok aku ada test jadi hentikan tangisanmu itu.” Daeyeol mulai jengah melihatku.


“EOMMMAAA...... Daeyeol tidak mengizinkanku menangis. Huwaaaa...aaa......” teriakku sambil memperbesar suaraku tangisanku.


“Aish...... Baiklah, hyung lanjutkan tangisanmu. Kalau aku mendapat nilai rendah besok, aku akan bilang pada guruku dan Eomma kalau hyung penyebabnya.” Ujarnya sambil menarik selimut.


“Dan satu lagi kalau hyung berniat melupakan orang itu, hyung tidak perlu menangisinya seperti ini. Terlihat jelas kalau hyung masih mengharapkannya.” Ujar Daeyeol lalu melanjutkan tidurnya.


Aku terdiam. Jujur saja, pasti sangat sulit bagiku untuk melupakannya. Satu-satunya namja yang aku perhatikan selama lebih setahun ini, apa aku bisa benar-benar melupakannya?

Sungyeol-ah, kau harus optimis. Kau pasti bisa melupakan sesorang seperti Myungsoo dan mendapat orang lain yang lebih baik darinya. Lee Sungyeol, fighting....


~End ~




Gimana? Apakah agak membosankan? FF ini terlalu berat untuk di baca? Gantung? Give me ur coments sebelum Didi ngelanjutin ke sequel berikutnya yang mungkin sebulan lagi #plakk. Gomawo ne bagi yang udah baca ^^



Lanjutannya silahkan baca disini ^^ 

part 2      dan part 3