____
"Nuna, nuna!!" Seung Ho berteriak memanggilku. Seisi kelas kami kaget karna suaranya. Kok bisa namja secakep dia punya suara sekencang itu?
"Ada apa?" tanyaku. Semua juga memandangnya ingin tau.
"Joong Ki hyung datang sama Ji Yeon. Mereka naik mobil berdua." bisiknya di telingaku. Aku terkejut dan langsung berlari ke jendela melihat apa yang terjadi. Benar mereka turun dari mobil Joong oppa berdua bahkan Ji Yeon menggandeng tangannya erat. Aku memandang mereka dengan sedih. Rasanya air mataku mau keluar.
"Gwenchana, nuna?" tanya Seung Ho khawatir. Beberapa yeoja juga menanyakanku.
"Aigo, memalukan sekali Ji Yeon itu. Dia kan tau kalau Joong Ki oppa itu pacarmu kenapa dia melakukan itu?" ujar salah seorang Yeoja. Aku hanya terdiam lalu pergi meninggalkan kelas. Aku berjalan menuju atap kampus yang biasanya aku kunjungi bersama Joong Ki sebelum masuk ruangan. Dan aku terkejut begitu melihat Ji Yeon dan Joong Ki bersama menikmati bekal yang mungkin di bawa Ji Yeon. Aku tidak sanggup melihat ini. Aku turun ke bawah. Masuk ke dalam ruang basket yang sepi kemudian menangis di sudut bangku penonton. Ponselku bergetar. Yoo Seung Ho. Aku mengabaikannya. Aku menghapus airmataku, segera bangkit dan pulang menyusuri jalan yang dipenuhi salju yang mulai turun. Ponselku berdering lagi. Kali ini dari Joong Ki oppa.
"Yeoboseo." ujarku.
"Yoo Jin-ah, kau dimana?" tanyanya.
"Oppa, tiba-tiba aku tidak enak badan. Aku mau pulang saja." ujarku.
"Kau dimana sekarang aku akan menjemputmu." ujarnya.
"Tidak usah oppa." ujarku lalu mematikan ponselku. Aku berjalan ke arah halte dan menunggu bus. Aku menggigil kedinginan. Sebuah pesan masuk. Aku membacanya.
'Nuna kau dimana? Pak Kim menanyakanmu. Seung Ho.'
'Mianhae, aku pulang ke rumah. Tolong bawakan tasku.' balasku.
Aku memasukkan tanganku ke saku. Aku menggigil. Sebuah bus datang. Aku segera berdiri dan beranjak naik.
"Yoo Jin-ah..." suara Joong Ki oppa memanggilku. Aku menoleh ke arahnya. Dia berlari dan langsung memelukku.
"Neon gwaenchana?" tanyanya khawatir.
"Gwaenchana oppa." ujarku.
"Kau sakit apa chagiya?" tanyanya lagi sambil melepas pelukannya.
"Aku kelelahan." ujarku berbohong.
"Ayo aku antar pulang." dia merangkulku dan membawaku ke mobilnya. Sampai di rumah Joong Ki oppa langsung membawaku duduk di dekat pemanas ruangan.
"Tanganmu dingin sekali." ujarnya sambil menggosok-gosokkan tangannya ke tanganku. Aku hanya memandangnya nanar. Oppa sebenarnya perasaanmu terhadapku itu seperti apa?
"Aku buatkan teh ya." ujarnya lalu menuju dapur.
Setelah membuat teh, kami duduk di sofa ruang tengah sambil menonton tv. Aku berkali-kali memandangnya untuk mencari kepastian. Apakah dia mencintaiku?
Dia menyeruput tehnya kemudian meletakkannya di meja. Dia menggenggam tanganku dan mulai menggosok-gosok lagi.
"Begini jadi lebih baik. Apa kau sudah merasa hangat sekarang?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu." ujarnya.
Aku memandangi wajah tampannya berusaha menerka apa yang akan dia katakan. Mungkin dia akan bilang kalau dia tidak pernah menyukaiku.
"Aku...aku sangat mencintaimu Yoo Jin-ah. Aku tidak tau harus bagaimana mengungkapkannya. Ini terlalu sulit untuk kita. Aku takut kau akan menolaknya." ujarnya.
"Aniyo oppa. Ceritakanlah apa yang ingin oppa katakan padaku." ujarku.
"Ji Yeon sedang sakit parah. Kanker otak. Ummanya memintaku untuk selalu di samping Ji Yeon karna dia menyukaiku. Ji Yeon ingin lebih diperhatikan. Aku tidak tau harus berkata apa. Aku takut menyakiti hatimu. Aku belum memberi keputusan. Semuanya aku serahkan padamu." ujarnya.
Aku menangis mendengarnya.
"Jongmal?" tanyaku terisak. Aku akan kehilangan orang yang aku sayangi demi yeoja yang menyukainya.
"Mianhae Yoo Jin-ah." ujarnya.
"Oppa, aku sangat menyukaimu. Dan kita belum lama ini bersama. Hanya kau satu-satunya yang peduli dan mengerti aku. Apa aku harus kehilangan orang sepertimu?" tanyaku sedih.
"Setelah Ji Yeon sembuh, semua akan kembali seperti semula. Kita akan bersama lagi, chagiya." ujarnya menenangkanku. Dia menghapus airmataku dan memelukku erat.
"Kalau kau tidak mengizinkannya tidak apa-apa. Aku akan bilang tidak pada Ummanya." ujarnya.
"Aniyo oppa. Kau harus menjaganya sampai sembuh. Dia lebih membutuhkanmu." ujarku.
"Jangan paksakan hatimu untuk menerima semua ini."
"Oppa pergilah. Aku ingin sendiri. Ji Yeon mungkin menunggumu." ujarku. Dia menatapku dan kembali menghapus airmataku.
"Mianhaeyo." ujarnya lalu pergi.
Setelah dia pergi, aku kembali menangis. Orang itu, orang yang aku cintai. Kenapa aku tidak bisa memilikinya? Kenapa begitu sulit untukku bersama dengan orang yang aku cintai. Sekarang tidak ada lagi orang yang akan peduli padaku. Tidak ada lagi orang yang memberi kehangatan saat tanganku kedinginan. Walaupun kami saling mencintai tapi tetap saja aku merasa dia telah menjadi milik orang lain.
Oppa, aku akan selalu mencintaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan coment anda ^^