Sabtu, 17 September 2011

Fanfic Nothing Better Than You part 4Fanfic Nothing Better Than You part 4

Mereka semua menunduk.

"Pergilah. Jika aku melihat kalian melakukan ini pada Soo Hye lagi kalian tidak akan ku maafkan." ujarnya. Mereka pergi.

Hyun Seung membantuku membersihkan seragam sekolahku yg kotor. Dia juga mengumpuli buku-bukuku yg berserakan.

"Kau harus membeli buku lagi karna mereka." ujar Hyun Seung.

"Gomawo." ujarku sambil menangis.

"Jangan menangis. Aku berjanji akan selalu melindungimu. Kajja. Ayo aku antar pulang." ujarnya sambil menghapus airmataku.

Aku berjalan tertatih sampai di rumah.

"Gomawo oppa. Maaf telah merepotkan. Bisakah oppa tidak menceritakan masalah tadi pada siapapun?" pintaku.

"Geurae. Masuklah. Jika besok terjadi sesuatu, katakan saja padaku." ujarnya. Aku mengangguk.

"Baiklah, aku pulang. Calcayo." ujarnya sambil tersenyum tipis lalu pergi. Namja berambut merah itu, hari ini dia telah menyelamatkanku.

Aku masuk ke dalam rumah dengan tertatih-tatih.

"Ada apa denganmu?" suara Umma mengagetkanku.

"Tidak ada apa-apa Umma." ujarku lalu pergi ke kamar. Aku menghempaskan tubuhku di kasur. Aku merasa tubuhku terasa nyeri. Aku mengganti pakaianku. Ada beberapa luka memar di tubuhku. Akh, kenapa jadi sepert ini?

Umma masuk membawa teh hangat untukku.

"Ada apa sebenarnya? Begitu pulang kau tidak menyapa ibu bahkan tidak langsung ke meja makan seperti biasanya." Umma menyodorkan teh hangat itu kepadaku. Aku mengambilnya dan menyeruputnya.

"Tidak ada apapun. Gwaenchana. Aku hanya merasa lelah."

"Seragam sekolahmu kotor semua. Apa kau bilang itu baik-baik saja?" Umma mulai kesal karna aku tidak juga memberitahukan yg sebenarnya.

"Aku lelah bu. Ada banyak tugas sekolah. Besok saja ya ceritanya." ujarku.

"Ya! Apa kau ingin membodohi Umma-mu? Besok itu libur kan? Sejak kapan kau mulai tidak mau jujur pada Umma-mu ini?" tanya Umma.

Aku menunduk.

"Aku hanya tidak ingin memperpanjang masalah Umma." ujarku.

"Kau bertengkar dengan temanmu?" tanya Umma.

"Aniyo. Ini hanya salah paham. Itu bukan pertengkaran. Mereka hanya merasa cemburu pada pacar Gi Kwang."

"Gi Kwang punya pacar dan kau menjadi sasaran kemarahan mereka? Omona, Apa mereka bisa berbuat seenaknya seperti itu? Mana yg sakit? Apa perlu kita ke dokter?" Umma terlihat panik.

"Umma, masalahnya sudah selesai. Aku sudah menceritakan semuanya pada Umma, sekarang Umma keluarlah. Aku tidak apa-apa. Aku ingin istirahat." ujarku.

"Makanlah dulu sebelum tidur." ujar Umma.

"Geurae." ujarku sambil mengangguk.

Umma lalu keluar. Aku menghela nafas, memijat lututku yg sakit dengan pelan-pelan. Umma masuk lagi. Kali ini membawa nampan.

"Umma, apa itu?" tanyaku.

"Mana yg sakit?" tanya Umma. Umma mengoleskan krim penghilang rasa nyeri pada lututku.

"Umma biar aku saja." ujarku.

"Lain kali bicarakan dulu masalahnya baik-baik. Jangan asal memukul saja." ujar Umma.

"Ne, arasso." ujarku sambil sibuk mengoleskan krim di beberapa bagian tubuhku yg nyeri.

"Umma sudah membawakan makanan. Kalau tidak Umma bawa mungkin kau tidak akan mau makan."

"Gomawo Umma." ujarku.

"Setelah makan istirahatlah." ujar Umma lalu pergi keluar.

___
Seharian aku duduk di depan komputer mengerjakan makalah. Aku mengeluh karna tubuhku masih terasa sakit.

Ponselku berbunyi. Gi Kwang menghubungiku.

"Yeoboseo." ujarku.

"Soo Hye-ah, turunlah. Aku menunggumu di depan rumahku." ujarnya.

"Geurae." ujarku.

Aku memakai sweaterku lalu turun ke bawah.

"Odika?" tanya Umma.

"Aku akan ke tempat Gi Kwang." ujarku.

Aku tidak melihat Gi Kwang di teras rumahnya. Aku memencet bel. Doojoon oppa keluar.

"Mencari Gi Kwang?" tanyanya. Aku mengangguk.

"Dia baru saja pergi." ujarnya.

"Jongmal?" tanyaku.

"Aku akan menghubunginya." ujarnya.

"Aniyo. Tidak usah oppa. Biar aku menunggunya saja." ujarku.

"Lebih baik kamu masuk saja. Diluar lumayan dingin." ujarnya. Tiba-tiba ponselku berdering.

"Aku ingin kau menemaniku ke toko buku. Apa kau bisa?" tanya Gi Kwang.

"Odika?" tanyaku.

"Kau tunggu saja di toko buku tempat kita biasa. Aku akan datang." ujarnya.

"Ye arasso." ujarku. Dia lalu mematikan ponselnya.

"Oppa, gomawo. Aku akan pergi sekarang. Anyeong." ujarku sambil membungkukkan badan.

"Ye." ujar Doojoon oppa.

Aku segera ke halte tapi aku sadar aku tidak membawa dompet. Terpaksa aku berjalan kaki ke toko buku yg letaknya lumayan jauh. Aku menunggu di luar toko buku. Gerimis mulai turun dan hari mulai gelap. Hhh, kenapa Gi Kwang tidak datang-datang juga. Ini sudah hampir 2 jam. Aku memutuskan untuk menghubunginya. Tapi dia samasekali tidak mengangkat.

Aku melihat ke atas langit. Hujan semakin deras saja.

Aku masih tetap berdiri walaupun kakiku sudah sangat kram sambil berusaha menghubunginya. Tapi dia tidak juga mengangkat ponselnya.

Aku tidak mungkin memutuskan untuk pulang. Bagaimana kalau Gi Kwang datang? Tentu aku akan mengecewakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan coment anda ^^